SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI
SELAMAT BELAJAR


Sabtu, 28 Mei 2011

AQIDAH ASWAJA

Ahlussunnah wal Jama’ah
(ASWAJA)
Kenapa Aswaja zaman sekarang diklaim golongan Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dan imam mazdhab empat saja? Padahal keberadaan golongan dan empat madzhab tersebut tidak pernah dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadist, bahkan imam-imam mazdhab lahir jauh setelah periode Nabi SAW.
Untuk menjawab pertanyaan yang dinamis ini, perlu sebuah penjabaran jelas yang akan coba kaji bersama.
Berlatar belakang beberapa hadist, diantaranya :
Disebutkan dalam Sunan Abi Dawud, juz IV, hal. 210 :
فإنه من يعيش منكم بعدي فسيرى إختلافا كثيرا فعليكم بسنتى وسنة الخلفاء المهديـين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجد. رواه أبو داوود.
Artinya : Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunahku dan sunah khulafa’urrosyidin yang selalu mendapatkan petunjuk, berpeganglah padanya dengan kuat dan gigitlah dengan gigi gerahammu.
Dalam Sunan Tirmidzi,  juz V, hal. 26 juga disebutkan :
إن بنى اسرائيل تفرّقت اثنتين وسبعين ملة وتفترق أمتى على ثلاث وسبعين ملة كلهم فى النار إلا ملة واحدة. قالوا ومن هى يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابى. رواه الترميدى
Artinya : Sesungguhnya Bani Isroil terpecah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya : siapa yang satu golongan itu, ya Rosululloh? Rosululloh menjawab : mereka yang berideologi dengan akidah atau ajaran yang aku dan sahabatku ajarkan.
Juga disinggung dalam Sunan Ibnu Majah, juz XI, hal. 1322 :
عن عوف ابن مالك رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم والذى نفس محمد بيده لتفترقن أمتى على ثلاث وسبعين فرقة واحدة فى الجنة وثنتان وسبعون فى النار قيل يارسول الله من هم؟ قال الجماعة.
Artinya : Dari sahabat ‘Auf  r.a., ia berkata : Rosululloh bersabda : Demi dzat yang jiwaku berada pada kekuasaannya, benar-benar akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Satu masuk sorga, yang  72 lainya masuk neraka. Ditanyakan pada beliau : siapa satu golongan yang masuk sorga, ya Rosululloh? Beliau menjawab : jama’ah (golongan mayoritas), yaitu mereka yang sesuai dengan sunah para sahabat.
Dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, juz I, hal. 13  :
أخبر النبى صلى الله عليه وسلم : ستفترق أمتى على ثلاث وسبعين فرقة الناجية منها واحدة والباقون هلكى. قيل ومن الناجية؟ قال أهل السنة والجماعة، قيل ومن أهل السنة والجماعة ؟ قال ما أنا عليه وأصحابى، الجماعة الموفقون لجماعة الصحابة.رواه ابن ماجه.
Artinya: Rosululloh SAW. Telah menyampaikan : Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Yang selamat satu golongan, dan sisanya hancur. Ditanyakan pada Beliau : Siapakah golongan yang selamat, ya Rosululloh? Beliau menjawab : Golongan yang mengikuti sunnahku dan sunah sahabatku.
Pada zaman Rosul SAW. memang tidak ada perpecahan diantara para sahabat, namun sebagai mukjizat Rosul, Beliau telah mengetahui perpecahan yang akan terjadi pada zaman setelah wafat beliau, maka beliau sarankan dan menggariskan golongan selamat adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran khulafa’urrosyidin dan golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rosul SAW. dan sunah para sahabatnya.
Ternyata setelah wafat beliau, telah terbukti pernyataan beliau bahwa umat Muhammad SAW. telah mengalami perpecahan, yang pada awal-awalny dipicu oleh beberapa sebab :
a. Perbedaan tentang wafat Rosul SAW. Sebagian sahabat berpendapat bahwa Muhammad SAW. tidak meninggal, namun diangkat sebagaimana Nabi Isa A.S. Namun perpecahan menjadi hilang ketika Abu Bakar as-Shiddiq menyampaikan firman Alloh SWT. :
إنك ميت وإنهم ميتون (الزمر : 30)
وقال لهم من كان يعبد محمدا فإن محمدا قد مات ومن كان يعبد رب محمد فإنه حي لا يموت.
b. Perbedaan tentang pemakaman Rosululloh SAW. Ahli Makkah menginginkan dimakamkan di Makkah, karena merupakan tempat kelahirannya. Sementara ahli Madinah menginginkan dimakamkan di Madinah sebagai tempat hijrahnya dan tempat tinggal sahabat Anshor. Pihak ketiga menginginkan dimakamkan di Baitul Maqdis karena merupakan makam nenek moyangnya, yaitu Nabi Ibrohim AS. Perpecahan ini telah selesai dengan keputusan yang diambil Abu Bakar as-Shiddiq dengan menyitir hadis Rosululloh SAW :
إن الأنبياء يدفنون حيث يقبضون
Sehingga Rosululloh SAW dimakamkan di ndalem Beliau di Madinah.
c.  Perselisihan tentang imamah (kepemimpinan) yang diawali dari penetapan golongan kaum Anshor untuk membaiat Sa’ad bin ‘Ubadah sebagai kholifah. Ketika kaum Muhajirin mengetahui perkumpulan mereka, kaum Muhajirin yang dipimpin oleh Abu bakar, Umar, 'Ubadah, memasuki balai pertemuan kaum Anshor sehingga terjadi perdebatan sengit, karena kaum Anshor menginginkan agar kaum Muhajirin punya pimpinan sendiri dan kaum Anshor punya pimpinan sendiri. Akhirnya persengketaan berhenti ketika Abu Bakar berkhutbah/berpendapat :
نحن الأمراء وأنتم الوزراء الأئمة من قريش
Artinya : Kami (bangsa Quraisy) adalah pemimpin, sedang golongan Muhajirin menjadi menteri (pembantu).
Karena imamah ditetapkan dari golongan Quraisy, maka dibaiatlah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai kholifah. Setelah Abu Bakar wafat pada tanggal 8 Jumadil Akhir 13 H. Maka sayyidina Umar bin Khottob menggantikan Abu Bakar sebagai kholifah karena wasiat dari Abu Bakar.
Dalam masa kepemimpinan dua kholifah tadi masih belum nampak perbedaan yang berarti di kalangan umat Islam, kecuali sedikit dari golongan yang dianggap punya dasar yang shohih, seperti golongan yang tidak mau mengeluarkan zakat dan orang orang yang mengaku diangkat menjadi nabi seperti Musailamah al-Kadzdzab dan orang-orang yang murtad seperti Tulaihah yang kemudian masuk Islam kembali pada masa kholifah Umar, dan lain-lain.
Namun setelah wafatnya kholifah Umar r.a. pada tanggal 14 Dzulhijjah 23 H. yang terbunuh oleh Abu Lu’lu’ al-Majusi ketika sholat subuh, maka terbaiatlah Utsman bin 'Affan setelah Umar menyerahkan urusan pengangkatan penggantinya kepada enam sahabat, yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrohman bin ‘Auf dan Tholhah bin ‘Ubadah.
Ironisnya, setelah dipilihnya Utsman bin 'Affan sebagai kholifah, muncul golongan yang tidak puas dengan kepemimpinan Utsman, sehingga sengaja memecah belah persatuan umat Islam dengan mengadakan pemberontakan sampai terbunuhnya sayyidina Utsman ketika sedang membaca Al-Qur’an di kediaman Beliau, pada bulan Dzulhijjah tahun 35 H.
Dari sinilah cikal bakal perpecahan umat Islam, sehingga umat Islam terpecah menjadi 3 golongan :
1.  Golongan yang mendukung pemberontakan terhadap Utsman.
2.  Golongan yang menentang pemberontakan terhadap Utsman.
3.  Golongan yang tidak mendukung dan tidak menentang (abstain)
Ketika kholifah ‘Ali bin Abi Tholib dibai’at oleh golongan ahli Madinah, maka muncul perbedaan yang sangat tajam diantara umat Islam disebabkan terbunuhnya Utsman, yang kemudian memunculkan beberapa golongan :
a.   Golongan yang menuntut pengusutan darah Utsman untuk dilakukan qisosh terlebih dahulu sebelum ada kholifah pengganti. Mereka mayoritas terdiri dari orang-orang yang dekat dengan Utsman, dipimpin oleh Mu'awiyah Bin Abi Shofyan yang diikuti pembesar sahabat seperti Tholhah, Zubair, Ummul Mu’minin (‘Aisyah), ‘Amru bin 'Ash, dll.
b.   Golongan yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah membentuk kholifah terlebih dahulu, baru mengusut pembunuhan Utsman dengan membentuk tim khusus. Mereka adalah Sayyidina Ali bin Abi Tholib dan para sahabat yang sependapat dengannya.
c.    Golongan yang menganggap bahwa pemberontakan serta pembunuhan Sayyidina Utsman telah persedarah sehingga tidak perlu adanya qishosh.
Persengketaan di antara mereka tidak dapat dipadamkan dan tidak dapat diselesaikan dengan damai, maka pertempuran antara kubu ‘Ali dan Mu'awiyah pun tak dapat dihindari, sehingga menimbulkan korban yang jumlahnya sangat besar. Akhirnya kubu Mu'awiyah dan sahabatnya mengajak damai kubu Ali dengan tahkim (diselesaikan dengan juru hukum) yang ditunjuk oleh kedua kubu. Pada awalnya Ali menolak tahkim, karena itu dianggap langkah politik dan sikap Ali ini didukung oleh golongan Khowarij. Namun atas desakan para sahabat senior yang arif dan bijaksana, akhirnya Sayyidina Ali menerima tawaran tahkim dengan mengajukan seorang sufi, yaitu Abu Musa al-Asy’ari dan dari fihak Mu'awiyah mengajukan 'Amr bin ‘Ash.
Namun ironisnya, keputusan yang diambil dari kedua utusan tersebut tidak membuahkan perdamaian, karena keduanya memutuskan agar Ali dan Mu'awiyah sama-sama turun dari jabatan dan mengangkat kholifah (sosok pemimpin) yang disepakati para muslimin. Tapi setelah masing masing kelompok telah mengajukan calon, masih belum juga ada sosok pemimpin yang disepakati. Dari perpecahan ini, golongan yang awalnya tidak menerima tahkim, keluar dari mendukung Ali RA bahkan justru mengadakan perlawanan, golongan ini disebut golongan Khowarij. Golongan khowarij tidak menerima hukum-hukum yang datang dari Nabi dengan hadits Nabi yang diriwayatkan Utsman RA., Mua’wiyah dan sahabat yang membantu mereka termasuk orang-orang yang setuju menerima tahkim. Hadis- hadis yang diriwayatkan para sahabat tesebut berikut fatwa-fatwanya juga ditolak dan dianggap kafir karena telah melakukan dosa besar. Sehingga menjadi ideologi kaum Khowarij, bahwa orang orang yang melakukan dosa besar dan orang yang tidak dalam golongannya termasuk kafir. Namun kemudian kaum Khowarij ini berkembang menjadi dua, masing-masing golongan saling mengkafirkan yang lain.
Di sisi lain, golongan yang sangat fanatik dengan Ali RA, mendukung Beliau dengan sangat berlebihan, bahkan sampai berani mensifati Ali RA dengan sifat yang tidak dimilikinya. Golongan ini disebut dengan Syi’ah.
Mereka beritikad bahwa kepemimpinan Ali RA berdasarkan nash al Qur’an dan wasiat dari Nabi Muhammd SAW. Sedangkan kholifah Abu Bakar, Umar dan Utsman dianggap merampas jabatan. Sampai ahirnya mereka tidak menerima hadits ahkam dan fatwa-fatwa yang keluar dari selain sahabat Ali RA dan keluarganya. Karena fanatik yang berlebihan ini, mereka berkeyakinan bahwa walaupun Ali RA bersalah bahkan berbuat dosa tidak apa-apa. Karena Ali RA adalah orang yang beriman, sehingga sampai sekarang telah menjadi akidah mereka, bahwa orang orang yang sudah iman tidak apa-apa melakukan kemaksiatan, sebagaimana orang kafir tidak ada artinya melakukan ibadah. Kemudian golongan syi’ah ini terpecah menjadi lima golongan yaitu:
1.    Kaisaniyyah.
2.    Zaidiyyah.
3.    Imamiyyah.
4.    Gholiyyah.
5.    Isma’iliyyah.
Dari keterangan ini nampak bahwa umat Islam dalam segi akidah terbagi tiga; pertama kaum Khowarij, kedua Syi’ah, ketiga masih komitmen dengan sunah Rosul dan semua sahabat tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, karena semua sahabat sudah adil dan yang terjadi antara Ali RA dan Mu'awiyah merupakan masalah ijtihadiyyah, bagi yang ijtihadnya benar mendapatkan dua pahala dan bagi yang salah mendapatkan satu pahala karena ada jaminan hadist :
من اجتهد فاصاب فله اجران ومن اجتهد فاخطأ فله اجر واحد
Mereka adalah golongan Tabi'in para ahli hadits yang kemudian disebut dengan Ulama Salaf.
Hal ini terus berlangsung pada masa Hasan Bashri, yaitu Abu Said al-Hasan bin Yasan al-bashri yang menjadi imam di tanah Bashrah, wafat pada tahun 110 H. Kemudian murid beliau yang bernama Wasil bin Atho’ al-Bashri lahir pada tahun 80 H. dan wafat tahun 131 H. Namun kemudian dia keluar dari majlis Hasan Bashri dan mendirikan golongan baru yang lebih dikenal dengan qoum Mu’tazilah yang artinya hengkang (keluar) dari golongan Hasan Bashri. Hal ini berawal dari pertanyaan yang diajukan oleh Wasil bin Atho’ kepada Hasan Bashri tentang hukumnya orang melakukan dosa besar, yang diperdebatkan dua kubu. Menurut qoum Khowarij, orang tersebut adalah kafir, sedangkan menurut kubu yang lain hanya dosa besar. “Bagaimana pendapat anda?” (tanya Wasil pada Hasan Bashri), namun belum sempat terjawab oleh Hasan Bashri, Wasil terlebih dahulu menjawabnya sendiri, ”menurut saya, orang-orang yang melakukan dosa besar tidak iman dan tidak kafir. Mereka ada di tengah-tengah surga dan neraka” (manzilatun bainal manzilataini) yang kemudian menjadi akidah mereka, bahwa orang yang masuk surga harus dengan amal. Tanpa amal wajib tidak masuk surga. Meraka membuat kelompok sendiri dengan diberi nama ”ahlu tauhid dan ahlu adli”.

DIRINGKASNYA ASWAJA PADA EMPAT MADZHAB
Pada awal kurun kedua hijriyyah sampai pertengahan kurun keempat kira-kira tahun 320 H. disebut dengan masa pembukuan dan masa mujtahid. Karena di tahun itu adalah masa kesemangatan gerakan menulis dan membukukan ajaran Islam, pembukuan al-hadits, fatwa-fatwa sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in, lembaran tafsir al-quran, fiqh imam mujtahid dan al-ushulu al-fiqh mereka. Masa ini disebut dengan masa keemasan. Penyebab kebagkitan mereka adalah mengkaji ilmu agama. Waktu itu dipengaruhi dua faktor :
a. Daulah al-Islamiyah menjadi luas dan berbeda-beda suku bangsa, adat istiadat sehingga membutuhkan konsep fiqh kenegaraan Islam secara detail.
b. Mereka yang hendak merumuskan hukum syariat dan berfatwa, telah mendapatkan kemmudahan. Karena sumber-sumber rumusan syariat al-qur’an dan al-hadits terkumpul ,demikian pula fatwa-fatwa sahabat.
c.  Besarnya kepedulian umat Islam untuk meramal yag sesuai dengan ajaran Islam baik dalam bidang ibadah ataupun muamalah, sehingga memerlukan rujukan dari orang-orang yang punya ilmu fiqh.
d. Masa ini, masa berkembangnya orang-orang alim (ulama’) dengan dukungan lingkungan hidup mereka, sehingga terbentuk karakter syariat pada setiap individu, termasuk golongan mereka adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan santri-santri beliau serta imam-imam mujtahid.
Pada masa-masa ini tidak ada ikatan kaum muslimin untuk mengikuti imam tertentu, akan tetapi bagi yang mampu mengkaji hukum dari sumber yang asli, yaitu al-qur’an dan al-hadits, mereka boleh mengkaji sendiri tanpa mengikut pada orang lain. Dan bagi mereka yang tidak mampu maka mengikuti pada ulama siapa saja yang ia mau.
Pada pertengahan abad keempat hijriyyah himmah para ulama mulai kendor untuk berijtihad mutlak dan kembali pada sumber hukum yang tidak pernah habis yakni al-Qur’an dan al-hadits. Mereka cenderung mengikatkan diri pada imam-imam mujtahid yang terdahulu yang masyhur dan diyakini kebenarannya, namun pada akhirnya yang mendapatkan kepercayaan luar biasa tinggal empat mujtahid, yaitu:
1.  Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Lahir di Kufah tahun 80 H., wafat tahun 150 H.. Santrinya yaitu Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrohim al-Anshori lahir tahun 112 H., wafat tahun 193 H., Muhammad bin Hasan lahir tahun 132 H., wafat tahun 189 H. yang kemudian menjadi Madzhab Hanafi dan mempunyai kekuatan, kekuasaan di beberapa daerah timur lantaran Abu Yusuf telah menjadi qodli qudlot yang mengangkat seorang qodli dari pengikut Hanafi dan dukungan pemerintah Abasiyah dan dapat meluas ke negeri barat sekitar tahun 400 H, sampai pulau Sisiliya dan masuk Mesir pada awal pemerintahan Abasiyah, kemudian tergeser oleh madzhab Maliki dan Syafi’i, dan sampai sekarang masih berkibar di daerah India dan Turki.
2.  Imam Malik bin Anas al-Ashbahi. Lahir tahun 93 H. di Madinah al-Munawwaroh, wafat pada tahun 173 H. Madzhab ini tidak pernah pindah dari Madinah.
3.  Imam Syafi’i, Muhammad bin Idris Al-Syafi’i Al-Quroisyi. Nasabnya bertemu degan Nabi muhammad SAW. pada Abdi Manaf. Lahir pada tahun 150 H. Di Ghuzah dan wafat tahun 204 H. Di Mesir. Madzhab beliau dikembangkan sendiri di Irak dan Mesir, kemudian dikembangkan oleh santriya sampai mampu menggeser madzhad Abu Hanifah dan Malikiyah yang sekarang berkembang di negara Syam, sebagian tanah Yaman, Hijaz dan Asia.
4.  Imam Ahmad bin Hanbal al-Syaibani al-Marwazi yang lahir tahun 164 H. Di kota Marwa dan wafat di Baghdad tahun 241 H.

PENYEBAB BERHENTINYA GERAKAN IJTIHAD
Penyebab terhentinya gerakan ijtihad dan menerima dengan mengikatkan diri pada rumusan-rumusan mujtahid karena dipengaruhi empat faktor :
1. Terpecahnya daulah Islamiyah dan runtuhnya daulah Abasiyah. Daulah Islam terpecah menjadi banyak golongan, antara satu sama lain tidak ada lagi persambungan dalam politik dan pemerintahan. Di Andalus terdapat daulah Umayyah yang  dipimpin Abdul Rohman al-Nasini yang dijuluki Amirul Mu’minin, di Afrika utara terdapat daulah Fatimiyyah yang didirikan Syiah Isma’iliyyah yang dipimpin Ubaidillah al-Mahdi, di Mesir terdapat golongan yang dipimpin Muh. Ihshid yang mengaku sebagai bani Abbas, di Yaman terdapat daulah bani Bawabiyyah yang didirikan oleh Syi’ah Zaidiyyah, daulah Abasiyah hanya tinggal namanya saja dan masih banyak lainnya. Dengan perpecahan ini mengakibatkan pemerintah disibukkan mengurus peperangan dalam rangka membentengi negaranya sehingga sistem pemerintahan tidak menggunakan hukum Islam tapi hukum siyasah yang berdampak lemahnya himmah untuk mengambil hukum dari sumber aslinya.
2. Ketika di masa mujtahid, setiap imam mujtahid mempunyai istri, pengikut, madrasah sudah barang tentu mereka bangga dengan imamnya dan mempertahankan pendapat imamnya masing-masing. Sehingga ulama itu mencari dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits sebatas untuk memperkuat pendapat imamnya masing-masing. Sehingga mencegah untuk menjadi mujtahid mutlak. Bahkan jika terdapat ayat atau hadits yang bertentangan dengan hasil rumusan imamnya, berarti merupakan dalil yang dita’wili dengan ma’na lain (interprestasi) atau dimansukh (di sisi lain hukumnya) sebagai mana ungkapan Abu Hasan Al-Kurdi dari ulama’ Hanafiyah:
كل أية أو حديث يخالف ما عليه أصحابنا فهو مؤول أو منسوخ
Sehingga bagi mujtahid yang tidak punya pendukung, pendapatnya tidak dibukukan dan tidak dapat dijadikan rujukan, seperti Dawud Al-Dzohiri dll.
3. Ketika ulama mujtahid tidak pernah merumuskan tentang kriteria orang yang dilegalkan memahami dan mengambil hukum dari Al-Qur’an dan Al-Hadits maka aturan memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi rancu yang berakibat orang yang tidak punya kapasitas berijtihad ikut serta berijtihad, yang mengakibatkan rumusan hukum yang berbeda-beda dalam satu permasalahan di tempat yang sama. Akhirnya qodli (petugas) kebingungan dalam memberikan ketetapan hukum. Karena banyak yang menghalalkan harta bahkan nyawa berdasarkan ayat atau hadits. Dengan latar belakang ini, para ulama dalam mengobati kerancuan memilih untuk mencukupkan imam-imam mujtahid terdahulu yang punya pendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Telah menyebarnya virus akhlaq (krisis moral) di hati para ulama  dan orang Islam berupa sifat takabur, ananiyah dan hasud. Sehingga jika ada ulama’ yang mengaku berijtihad, maka dianggap sebagai orang yag mencari popularitas dan akan diserang ulama lain. Sehingga syaikh Jalaluddin As-Syuyuti pernah mengklaim mujtahid, kemudian beliau dihujani pertanyaan oleh para ulama’ dan akhirnya memilih taqlid kepada imam Syafi’i. Dengan latar belakang seperti ini setiap orang yang memberi ketetapan hukum maka dia mengatakan : ”saya tidak berijtihad, tapi hanya menukil pendapat-pendapat orang terdahulu”, sehingga pintu ijtihad seolah-olah telah tertutup.
AQIDAH AHLI SUNNAH HANYA ASY’ARI DAN MATURIDI
Seorang ahli sejarah, Ibnu Kholdun dalam muqodimahnya menjelaskan bahwa fiqh yang dirumuskan oleh dalil syara’ secara detail telah terjadi perbedaan pendapat diantara imam mujtahid, karena faktor penemuan mereka yang berbeda. Sehingga menyebabkan pandangan mereka menjadi luas sekali.
Dan pada waktu itu manusia dapat mengikuti siapa saja yang ia mau. Namun sampai imam madzhab empat yaitu: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, mereka sangat meyakini akan kebenaran pendapat keempat madzhab tersebut, bahkan kaum muslimn dari golongan ASWAJA menjadikan fatwa-fatwa beliau sebagai rumusan hukum. Dan yang perlu diketahui bahwa keempat imam madzhab tersebut tidak hanya membidangi dalam ilmu fiqh saja tapi juga menjadi tokoh dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, dan hadits yang kala itu ilmu fiqhnya sangat dibutuhkan disebabkan terjadinya bid’ah dan penyelewangan akidah yang belum begitu populer, namun cukup membahayakan. Setelah meninggalnya beliau, baru muncul bid’ah dan penyelewangan akidah sehingga para imam-imam yang mengikuti jalannya keempat mujtahid merasa terpanggil untuk mengkalter penyebaran virus akidah tersebut sampai pada dua imam yaitu : Abi Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi, beliau berdua sangat ketat membentengi akidah imam madzhab empat, karena berkeyakinan atas kebenaran mereka pada jalur sunah Rosul dan para sahabatnya.
Imam Asy’ari telah mengikat dirinya pada madzhab Syafi’i, sedangkan Abu Manshur Al-Maturidi mengikat dirinya pada imam Abu Hanifah. Mengingat kaum muslim telah menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap kedua imam tersebut, sehingga akidah beliau dijadikan panutan golongan Ahli Sunnah Waljama’ah. Sebagai nama yang membedakan antara akidah mereka dengan akidah mu’tazilah dan ahli bid’ah lainnya.
Mengingat ahli hadits dan ahli tasawuf tidak berbeda dengan Asy’ariyah dan Al- Maturidiah, artinya akidah mereka sepakat dengan akidah Asyaa’iroh dan Al-Maturidiah maka mereka masuk dalam sub atau bagian Ahlussunnah Waljamaa’ah. Wallohu A’lam.
Al-Imam al-Alim al-Alamah al-Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husaini yang dikenal dengan al-Syaikh Murtadlo Al-Zubaidi dalam kitab beliau al-Ittihafu Sadatil Muttaqin syarah kitab Ihya’Ulumuddin karangan Imam al-Ghozali dalam fasal ke-II dari muqodimahnya syarah 'aqoid mengatakan sebagai berikut :
اذا اطلق اهل ألسنة والجماعة فالمراد بهم اشاعرة والماتريدية
Artinya : Jika diucapkan mutlak Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang dikehendaki beliau adalah golongan Asya’iroh dan Al-Maturidiah.
Al-Syaikh Ahmad bin Musa Al-Kayali dalam hasiyahnya syarah al-'Aqoid karangan Al-Imam Najmuddin Umar bin Muhammad Al-Nasafi, beliau mengatakan:
الأشاعرة هم اهل السنة والجماعة اي بحيث اذا اطلق هذا اللفظ أهل السنة والجماعة لم ينصرف الا اليهم
Artinya : Golongan pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari semuanya adalah Ahlissunnah Wal Jama’ah, artinya jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah, tidak dapat diartikan selain golongan tersebut.
Beliau menambahkan kata-kata “saya ini “ yakni Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah Al-Asya’iroh telah masyhur  didaerah hurosan yaitu suatu tempat didaerah afganistan, masyhur pula di irak, syam, serta kebanyakan dari penjuru Islam, tapi yang masyhur didaerah waro’an nahri (nahri jaihun) yaitu daerah khowarizm di afganistan adalah kata-kata “ Ahlussunnah” yang mengikuti Abu Manshur Al-Maturidi. Demikian pula Imam Al-Kustholani mangatakan, bahwa ahlissunnah yang masyhur di daerah kurosan, syam, irak dan penjuru Islam adalah pengikut Abu Musa Al-Asy’ari.
Pada awalnya Syaikh Abu Hasan Al-Asy’ari mengambil ilmu kalam dari Abu Ali Al-jaba’i, seorang tokoh mu’tazilah. Beliau adalah seorang tokoh yang pertama kAli menantang pada akidahnya Abu Ali Al-Jaba’I (tokoh Al-Mu’tazilah) tersebut. Setelah Abu Hasan mangetahui kebenaran ajaran Ahlussunnah Waljamaa’ah, beliau dengan terang-terangan berdiri dihadapan orang banyak diatas mimbar masjib bashroh pada hari jum’at mengatakan dengan lantang kata-kata sebagai berikut:” Barang siapa yang telah mengenal padaku, mereka telah mengetahui pada akidahku dan bagi yang belum megenal diriku, perlu anda ketahui bahwa saya adalah seorang yang dulu parnah mengartikan Al-Qur’an adalah makhluq, dan Alloh SWT tidak dilihat dengan penglihatan diakherat nanti,dan semua hamba telah menjadikan pekerjaannya. Dan tuketahuailah saya telah bertaubat dari aqidah Mu’tazilah tersebut dan bertekad untuk menolak golongan Mu’tazilah”. Kemudian beliau menyusun kitab-kitabnya untuk menolak akidan Mu’tazilah dan menyusun buku (kitab) yang berisi tentang akidah Ahlussunnah Waljama’ah.
Diceritakan bahwa akhir perdebatan (mujadalah) Abu Hasan Al-Asy’ari dengan Abu Ali Al-Jubai (tokoh Mu’tazilah) dalam rangka menolak dan membatalkan pendapat Mu’tazilah, sebagai berikut :
Abu Hasan bertanya pada Abu Ali : “Bagaimana pendapatmu tentang tiga saudara yang telah meninggal dunia, yang satu adalah orang taat, yang kedua adalah orang yang meninggal dalam keadaan durhaka dan yang ketiga orang yang meninggal dalam keadaan masih kecil?”.
Abu Ali menjawab:
“Yang taat diberi pahala masuk surga, yang durhaka di siksa masuk neraka dan yang kecil ada di tengah-tengah antara neraka dan surga (manzilatun baina manzilataini) artinya tidak diberi pahala dan tidak disiksa “.
Abu Hasan bertanya :
“Jika yang kecil mengatakan” wahai Tuhanku kenapa engkau mengambil nyawaku ketika aku masih kecil, jika engkau biarkan aku hidup, aku akan taat dan masuk surga”, lalu bagaimana jawaban Alloh SWT.?”.
Abu Ali menjawab:
“Alloh SWT menjawab aku tahu jika kau hidup sampai dewasa maka kau akan duraka sehingga masuk neraka, maka yang terbaik adalah kau mati ketika masih kecil.
Abu Hasan bertanya lagi:
“Jika yang mati dalam keadaan durhaka mengatakan”. Wahai tuhanku jika engkau tahu aku akan durhaka kenapa kau tidak mengambil nyawaku ketika aku masih kecil?, sehingga engkau tidak memasukkan aku kedalam neraka”. Lalu apa yang dikatakan Alloh SWT. Dan pada akhirnya Abu Ali Al-Jabal bingung.
Kemudian Abu Hasan meninggalkan madzhab Abu Ali. Beliau beserta pengikutnya menyibukkan diri untuk membatalkan akidah yang dianut oleh golongan Mu’tazilah.

AQIDAH AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI
Kedua tokoh Ahlissunnah, yakni Imam Abu Hasan Al-Asy’ari yakni Ali Bin Isma’il bin Ali bisrin Ishaq bin Ismail bin Abdulloh ibnu Musa bin bilal bin Abi bardah bin Abi Musa Al-Asya’ari, nama Abi Musa adalah Abdulloh bin Qois, salah seorang sahabat Nabi Muhammad, yang dilahirkan pada tahun 260 H. dan Imam AbuManshur Al-Maturidi yakni Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Hanafi Al-Maturidi yaitu daerah di samarqondi, kedua tokoh tersebut telah bersepakat dalam masalah sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Alloh SWT. Bagi Rosul dan malaikatNya, serta sepakat dalam sifat jaiz bagi Alloh dan RosulNya, walaupun belau berdua berbeda dalam cara penalaran dan dasar-dasar yang akhirnya dapat mendatangkan pada kesepakatan tersebut.
Beliau berbeda dalam tiga aqidah yang tidak sampai membahayakan, yaitu:
1.      Dalam masalah istitsna’. Yakni imannya seseorang yang dikecualikan dengan kata insya Alloh.
2.      Dalam masalah sifat takwin (mewujudkan).
3.      Imannya seseorang yang hanya mengikuti pada orang lain yang dipercayainya tanpa mengetahui dalilnya (imanul muqollid).
Yang pertama .
Masalah istitsna’, yakni imannya seseorang yag mengatakan “saya iman, insya Alloh” menurut asya’iroh diperbolehkan, menurut Al-Maturidiah tidak diperbolehkan.
Sebagimana kutipan dari iman GhozAli dalam kitab ihya’ Ulumuddin tentang pandangan ulama’ tentang ungkapan ulama’ salaf “saya mengatakan insya Alloh” padahal pengecualian itu termasuk sebuah keraguan, sedangkan ragu dalam iman adalah kufur. Sedangkan para ulama’ salaf melarang menjawab iman dengan mantap, tapi mereka mengecuAlikan dengan kata-kata insya Alloh.
Juga diungkapkan oleh sufyan Tsauri “barang siapa yang mengatakan saya mu’min dihadlirat Alloh” maka dia pembohong. Dan barang siapa mengatakan “saya mu’min dengan haq” maka ungkapan tersebut bid’ah. Mengapa dikatakan bohong, padahal dia telah mengetahui apa yang ada pada hatinya sendiri, dan barang siapa mempunyai rasa iman di hatinya maka iman pula dihadlirat Alloh. Sebagaimana dia tahu kalau dirinya mendengar atau melihat, maka dihadlirat Alloh dia tahu dan melihat, dan jika ditanya: ”apakah engkau hayawan?”maka tidak baik ia menjawab,”saya hayawan insya Alloh”. Hasan Bashri ditanya:”apakah engkau iman?”Jawab beliau:” insya Alloh” kemudian ia ditanya:”kenapa engkau menjawab insya Alloh?”Hasan Bashri menjawab:”saya takut mengatakan ya, sementara Alloh mengatakan “bohong engkau Hasan”.
Ibrahim bin Adham ditanya:”apa anda mu’min?’Beliau menjawab:”Saya tidak ragu dalam iman tapi pertanyaan kamu ini bid’ah”. Al-Qomah ditanya:”Apa anda mu’min?”. beliau menjawab: ”Saya harapkan insya Alloh”. Sufyan Tsauri mengatakan: ”Kami orang mu’min kepada Alloh dan malaikatNya, beberapa kitabNya dan para utusanNya namun kami tidak mengerti yang di hadlirat Alloh”. Imam Ghozali ditanya: ”Apa makna dari semua pengecualian di atas?”, beliau menjawab:”semua pengecualian diatas sah-sah saja karena pengecuAlian ada empat tujuan, dua tujuan istitsna’ disandarkan pada keraguan bukan pada asal keimanan, tapi keraguan diakhir hidupnya dengan iman atau tidak, Na’udzubillahi min dzalik, atau ragu imannya sempurna atau tidak, dan dua tujuan yang lain tidak kembali pada keraguan”.
Dua istitsna’ (pengecualian) yang kembali pada keraguan bukan pada asal iman adalah sebagai berikut:
1.    Istitsna’ karena ragu pada kesempurnaan iman,artinya seperti “saya mu’min dengan haqqul iman insya Alloh” karena Alloh berfirman :
أولئك هم المؤمنون حقا
“Mereka adalah orang-orang mu’min dengan haq”
Setelah menyebutkan firmannya yang berbunyi:
انما المؤمنون الذين اذا ذكر الله وجلت قلوبهم واذا تليت عليهم اياته زادتهم ايمانا وعلي ربهم يتوكلون .الذين يقيمون الصلاة ومما رزقناهم ينفقون . اولئك  هم المؤمنون حقا لهم درجات عند ربهم ومغفرة ورزق كريم.
Dengan demikian ulama’ membagi iman ada dua macam; ragu dalam kesempurnaan iman bukan pada ashal iman, tidak dikatakan kafir karena ada dua pandangan yaitu:
a. Kemunafikan dapat menghilangkan sempurnanya iman padahal kemunafikan adalah hal yang samar.
b. Sempurnanya iman dengan beberapa amal tho’at tingkat sempurnanya tidak dapat diketahui. Adapun amal, Alloh telah berfirman:
انما المؤمنون الذين امنوا بالله ورسوله ثم لم يرتابوا وجاهدوا بأموالهم وانفسهم في سبيل الله اولئك هم الصادقون* ولكن البرمن امن بالله واليوم الاخر والملائكة والكتاب والنبـيـين واتى المال على حبه ذوي القربى واليتامى والمساكين وابن السبيل والسائلين وفي الرقاب واقام الصلاة وايتاء الزكاة والموفون بعهدهم اذاعاهدوا والصابرين في البأساء والضراء وحين البأس اولئك الذين صدقوا وأولئك هم المتقون     
Dalam ayat ini Alloh menetapkan iman yang sungguh dengan 20 syarat, tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut tidak menjadikan kafir.
2.    Ragu dalam abadinya iman sampai mati. Setiap orang tidak tahu apakah selamat imannya atau tidak? jika diakhiri dengan kafir maka amal-amal yang telah lewat lebur (lenyap) sama dengan tidak ada amal, sebab dianggap atau tidaknya amal masih ditangguhkan pada akhirnya amal. Sebagaimana orang berpuasa ditengah hari ditanya: apakah puasamu sah? kemudian ia menjawab: ”pasti sah” dan ternyata di tengah hari ia berbuka, maka jelas ungkapan ia tergolong bohong.
Adapun istitsna’ yang kembali tidak pada keraguan ada dua yaitu:
a. Khawatir merasa dirinya bersih dari sifat yang terpuji. Sedangkan membersihkan diri (merasa dirinya baik) itu dilarang. Sebagaiman firman Alloh SWT. :
فلا تزكوا انفسكم هو اعلم بمن اتقى(النجم)
وقال:الم تر الى الذين يزكون انفسهم (النساء)
وقال:انظر كيف يفترون على الله الكذب (النساء)
قيل للحكيم: ما الصدق القبيح فقال ثناء المرء على نفسه.
al-Hakim ketika ditanya: ”Apa jujur yang jelek?” ia menjawab: ”Memuji pada dirinya sendiri” sedangkan iman merupakan lebih tingi-tingginya sifat terpuji.
b. Berlaku sopan dengan menyebutkan Alloh atas segala tingkahnya pada kehendak Alloh sedangkan Alloh mengajarkan adab terhadap Nabinya dengan berfirman:
ولا تقولن لشئ إني فاعل ذلك غدا. الا ان يشاء الله ( الكهف)
Kemudian pelajaran Alloh tersebut tidak hanya berlaku pada hal-hal yang masih diragukan atas terjadinya, tapi juga pada hal-hal yang sudah pasti terjadi, sebagaimana firman Alloh:
لتدخلن المسجد الحرام ان شاء الله أمنين محلقين رءوسكم ومقصرين (الفتح)
Dalam ayat ini jelas Alloh sudah mengetahui bahwa orang-orang mu’min akan masuk masjidil harom dengan aman karena dikehendaki, tapi maksud dari ayat diatas hanya memberi pelajaran kepada hambanya. Dengan demikian Rosulilloh telah melakukan tata krama dengan kata-kata insya Alloh baik dalam ha-hal yang masih ragu atau hal yang pasti, sampai ketika beliau masuk kedalam beberapa pemakaman beliau mengatakan:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
Padahal menyusul kematian pasti terjadi, tidak diragukan lagi. Sehingga kalimat "Insyaalloh" telah menjadi berlaku diginakan sebagai ungkapan untuk menampakkan harapan atau hal yang dicinta.
Catatan :
Dilihat dari keterangan diatas ahwa pada dasarnya antara kedua Imam (Asy’ari dan Maturidi) tidaklah berbeda.
Yang kedua.
Dari tiga perbedaan aqidah dua imam tersebut adalah takwin(mewujudkan) apakah termasuk mukawwin apa bukan?
Ø  Menurut Maturidi : Takwin (mewujudkan) seperti memberi rizqi, menjadikan hidup mati, memberi rizqi sejalan Qudroh, semua kembali pada sifat azali, yaitu sifat takwin(mewujudkan) dan takwin bukan mukawwin (yang menjadikan).
Ø  Menurut Asy’ari takwin tidak berbeda dengan Qudroh dengan memandang hubungan Qudroh dengan hubungan yang khusus. Mewujudkan adalah sifat Qudroh dengan memandang hubungan kepada makhluq. Memberi rizqi adalah sifat Qudroh dengan memandang hubungan dengan mendatangkan rizqi. Wallohu A’lam.
Yang ketiga  :
Tentang imannya orang yang taqlid (ikut-ikutan tanpa mengetahui dalilnya).
Ø Menurut Maturidi, imannya muqollid (orang yang ikut-iutan) sah, dan orang-orang awam sudah bisa disebut dengan ‘arif (orang yang ma’rifat kepada Alloh) dan masuk surga.
Ø Menurut Asy’ari dan orang-orang yang sependapat mengatakan wajib ma’rifat dan tidak cukup degan taqlid. Sedangkan asya’iroh berbeda pendapat tentang imannya orang taqlid yaitu:
a.  Mu’min tapi berdosa, jika tidak mau ma’rifat yang dihasilkan melalui pemikiran tehadap dalil.
b.  Mu’min tidak berdosa kecuali jika mampu bergikir pada dalil namun ia tidak mau berfikir.
c.  Tidak dianggap mu’min sama sekali.
BEBERAPA AQIDAH YANG DISEPAKATI AHLISSUNNAH WALJAMA’AH
    Aqidah-aqidah yang disepakati Ahlussunnah dalam satu pendapat dan orang-orang yang berbeda termasuk orang yang sesat sebagai berikut:
1. Menetapkan beberapa hakikat dan beberapa ilmu dengan khusus dan umum.  Artinya: mereka sepakat adanya ilmu ma’ani (sifat yang maujud yang umpama hijab dibuka akan mengetahui).
2. Ilmu baru datangnya alam dengan segala macamnya baik sifat atau jisim. Artinya: Mereka sepakat bahwa semua selain Alloh dan selain sifatnya adalah makhluq, dan kholiqnya bukan makhluq. Dan bukan jenisnya alam dan bukan jenisya sesuatu dari juznya alam. Dan sepakat bahwa juznya alam berupa jawahir dan a’rodl. Maka sesatlah orang-orang yang mengatakan setiap juz akan terbagi menjadi beberapa juz sampai tidak ada batasnya. Seperti ahli filsafat dan annidhom. Orang-orang yang mengatakan berbeda-bedanya jisim karena beda-bedanya lima karakter seperti falasifah dan aris toteles juga orang-orang yang mengatakan jisim ada dua, yaitu nur dan dhulmah, kebaikan dari nur kejelasan dari dhulmah yang melakukan kebenaran dan kebaikan tidak melakukan kebohongan dan kejelekan.
3. Tentang yang menjadikan alam dan sifat-sifatnya yang sebangsa dzat dan sepakat segala hal hawadits ada yang menciptakan maka sesatlah golongan qodariya yang mengatakan:
الأفعال المتولدة لا فاعل لها
4. Sifat-sifat yang ada pada dzatnya Alloh yakni : ilmu, hayat, qudrot, irodah, sama’, bashor, kalam, berupa sifat azali dan abadi.           
5. Asma Alloh tauqifi yang dianbil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak dapat dengan qiyas seperti Mu’tazilah yang mengatakan:الله
 مطيع لعبده إدا أعطاه مراده
Dan Alloh SWT.menghamili ketika menjadikan wanita hamil.
6. Alloh telah menjadikan jisim a’rodl jelek atau baik dan menjadikan pekerjaan hamba.
7. Alloh mengutus beberapa utusan yang memunyai sifat ma’sum dari dosa kecil atau besar sebelum jadi utusan atau sesudahnya dan Rosul berbeda dengan Nabi.
8. Adanya karomah dan mu’jizat. Semua Nabi pasti punya mu’jizat, wali terkadang mempunyai karomah boleh jadi tidak.
9. Islam dibangun atas lima dasar: syahadataini, sholat, puasa, zakat, haji. Barang siapa ingkar salah satunya atau menginterpretasikan dengan ma’na lain maka ia kafir.
10. Perbuatan mukallaf ada lima hukum: wajib, haram, sunah, makruh, mubah.
11. Alloh mampu meniadakan semua alat dengan keseluruhan atau sebagian jisim dan menetapkan sebagian yang lain. Sesatlah qodariyah yang mengatakan Alloh tidak mampu merusak sebagian alam dengan menetapkan sebagian yang lain.
12. Tentang khilafah dan imamah (kepemimpinan). Imamah fardlun wajibun ‘ala ummah untuk mengatur umat. Dan sepakat bahwa pembentukan imamah merupakan amrun ijtihadi sedangkan Nabi Muhammad tidak pernah mengangkat seorang kholifah dengan menunjuk orang tertentu dengan jelas. Maka sesatlah qoum rofidloh yang mengatakan bahwa Muhammad telah mengangkat Ali RA. Sepakat pula imamah harus satu, kecuali dua daerah yang ada batasnya berupa lautan atau musuh yang tidak mampu ditaklukkan, maka boleh masing-masing tempat ada imamnya.
13.  A’dauddin ada dua golongan :
a.  Sebelum daulah Islam, seperti penyembah berhala tahu hal-hal yang dianggap baik sebagaimana madzhabnya Hululiyyah yang mengatakan Alloh SWT. Telah menyatu (masuk) pada ruh-ruh yang baik, termasuk menyembah malaiat.
b.  Setelah pemerintah Islam yaitu orang-orang kafir yang nampak setelah Islam ada, dan bersembunyi pada dhohirul Islam. Tapi menikam orang-orang Islam dalam keadaan lengah seperti :

الغلاة من الرافضة السيئه والبيانية والمغيرة والمنصورية والخباخية وسائر الحلولية والباطلية والمقنعية المبيضة بما وراء نهر جيحون والمحمرة باذر بيجان ومحمرة طبر ستان والذين قالوا يتناسخ الارواح وغيرهم من الكفرة




MASALAH TAUHID DENGAN DIMUAT DALAM DUA KALIMAT
اشهد أن لااله الا الله وأشهد أن محمدا رسول الله

Tauhid yang harus diketahui orang mukallaf yang menjadi kandungan dua kalimat syahadat sebagai berikut :
1.                Makna  لااله الا الله  adalah لا مستغنى عن كل ما سواه ومفتقر اليه كل ما عداه الا الله   
 Artinya : Allah tidak membutuhkan pada lain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya
2.       Makna ألوهية adalah استغناء الإله عن كل ما سواه وافتقار كل ما عداه  اليه
Artinya : Allah tidak membutuhkan pada selain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya, artinya tidak dapat lepas dari Allah.
استغناء الإله عن كل ما سواه (Tidak butuhnya Allah pada yang lain) memuat 28 aqidah sebagai berikut :

سميعا
9
قيامه نفسه
5
وجود
1
بصيرا
10
سمع
6
قدم
2
متهما
11
بصر
7
بقاء
3


كلام
8
مخالفة لحوادث

12. تنزهه عن الغرض فى افعاله واحكامه                       
(Segala perbuatan dan hukum Allah bersih dari tujuan yang menguntungkan Allah)
13. تنزهه عن وجوب شيئ عليه فعلا وتركا
( Allah  bersih   dari  mendapat  kewajiban  segala  sesuatu  baik  melakukan  atau    meninggalkan ) 
14. تنزهه عن كون شيئ من الممكنات يئثر بقوة أودعها الله فيه
(Dan Allah bersih dari segala suatu yang mungkin wujudnya dapat berpengaruh kepada sesuatu dengan kekuatan yang diberi Allah ).
Dan ditambah 14 aqidah yang menjadi kebalikan dari 14 aqidah diatas. Berarti jumlah keseluruhan adalah 28 aqidah.
افتقار كل ما عداه  اليه  
( Selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya )
Memuat 22 Aqidah yang umumnya sifat-sifat, sebagai berikut  :
1. حياة          2. قدرة              3. ارادة          4. العلم        5. حيا        6  . قادرا
7. مريدا        8. عالما              9. وحدانية     10. حدوث العالم باسره
11. ان لا تأثير لشيئ من الكائنات فى أثر ما بطبع
(Segala sesuatu yang mungkin wujudnya tidak dapat berpengaruh sama sekali dengan segala karakter-Nya )
Dan sebaliknya sifat diatas. Berarti jumlahnya ada 22 aqidah. Aqidah-aqidah tersebut ditambah dengan 28 sama dengan 50. Sehingga kalimat    لااله الا الله  memuat 50 aqidah.
Makna أشهد أن محمدا رسول الله   memuat 12 aqidah sebagai berikut :
Wajibnya sifat :
1. الصدق للرسول والأنبياء    ( kejujuran para Rasul dan Nabi )
2.    الأمانة (dapat dipercaya)
3.   التبليغ  (menyampaikan amanah Allah)
4. الفطانة   (jenius)
Dan 5,6,7,8 kebalikan empat sifat diatas, kemudian :
9.   Iman kepada para Malaikat
10. Iman kepada Kitab-kitab Allah
11. Iman dengan datangnya Hari Akhir
12. Dapat bersifat dengan sifat manusia dengan tanpa mengurangi derajat  mereka.
Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat لااله الا الله محمدا رسول الله    memuat 62 aqidah, 12 terkandung dalam kalimat محمدا رسول الله  dan 50 aqidah dalam kalimat لااله الا الله. Demikian keterangan dalam I'anah al-Tholibin I/106
Tauhid
Tauhid terbagi menjadi 3 :
1. Tauhid fi'li
2. Tauhid sifati
3. Tauhid dzati
Tingkatan iman ada 5 :
ايمان بالحقيقة
5
ايمان
بالعيان

3
إيمان بالمقلد
1


ايمان بالحق
4
ايمان بالدليل
2




IMAN DAN ISLAM
Sebelum kita mengenal siapa orang yang islam dan siapa orang yang beriman, sangat perlu kita mengetahui apa itu islam dan apa itu Iman serta konsekwensinya.
Dalam hal ini ada tiga pembahasan sebagai berikut :
1.       Ditinjau dari bahasa, Iman adalah membenarkan, sedangkan Islam adalah pasrah tanpa pembangkangan. Islam lebih umum dari pada Iman karena Iman termasuk rangkaian Islam yang paling mulia. Setiap at-tashdiq adalah at-taslim, namun tidaklah setiap at-taslim adalah at-tashdiq. Islam tempatnya dalam semua anggota badan, tapi Iman hanya dalam hati.
2.       Ditinjau dari ungkapan dan pernyataan keduanya adalah sama.
       Islam dan Iman adalah sinonim sebagaimana firman Allah
فأخرجنا من كان فيها من المؤمنين. فما وجدنا فيها غير بيت من المسلمين .الذريات  35-36
"Lalu Kami keluarkan orang-orang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari  orang-orang yang berserah diri ".
Yang dimaksud adalah rumah nabi Luth dan keluarganya. Para ahli Tafsir sepakat yang ada hanya satu rumah.
وقال موسى ياقوم ان كنتم أمنتم بالله فعليه توكلوا ان كنتم مسلمين . يونس : 84
Berkata  Musa:  "Hai  kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka   bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri".

Islam dan Iman adalah hal yang berbeda.
Firman Allah Surat Al-Hujurot : 14
قالت الأعراب أمنا قل لم تؤمنوا ولكن قولوا اسلمنا ولما يدخل اليمان فى قلوبكم . الحجرات : 14
Orang-orang badui itu berkata :"Kami telah beriman". Katakanlah ( kepada mereka ): " Kamu belum beriman, tetapi katakanlah : " kami telah tunduk ", karena iman belum masuk di hatimu.
Iman dalam ayat tersebut yang dikehendaki adalah at-tashdiq, membenarkan dengan hati saja. Sedangkan islam yang dimaksud adalah berserah dalam dzahir dengan lisan dan beberapa anggota. Hadist Jibril ketika ditanya tentang Iman beliau menjawab :
ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الأخر والبعث بعد الموت والحساب وبالقدر خيره وشره
Dan ketika ditanya tentang Islam beliau menjawab :
ان تشهد ان لاأله الا الله وان محمدا رسول الله وان تقيم الصلاة وتؤتى الزكاة وتصوم رمضان.
Keduanya sama-sama mengungkapkan Islam dengan penyerahan luar dengan perkataan dan pengamalan.
Hadist Sa'ad :
انه صلى الله عليه وسلم أعطى رجلا عطاء ولم الأخر فقال له سعد يارسول الله تركت فلانا لم تعطيه وهو مؤمن ؟ فقال صلى الله عليه وسلم فأعاد عليه فأعد رسول الله
Islam dan iman berbeda tapi saling memasuki (  الاختلاف والتداخل) Hadist Ahmad dan Thabrani  dari haditsnya Umar bin Anbasah dengan sanad shoheh bahwa Rasulullah SAW ditanya :
أي الأعمال افضل ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم الأسلام فقال أي الأسلام افضل فقال ألأيمان
3.       Di tinjau dari hukum syara', islam dan iman adalah dua hukum akhirat dan dunia. Adapun di akhirat dikeluarkan dari neraka dan tidak abadi di neraka karena sabda Nabi :
يخرج من النار من كان فى قلبه مثقال ذرة من ايمان . اخرج البخلر ومسلم من حديث أبى سعيد الخدرى فى الشفاعة
Hanya saja terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama bahwa hukum dikeluarkan dari neraka tersebut disebabkan iman yang berarti apa ? Apakah hanya sekedar keyakinan ? Atau keyakinan dalam hati dengan penyaksian dalam lisan ? Atau ditambah dengan pengamalan ? Jawabannya sebagai berikut :
1.      Barang siapa mengumpulkan ketiga-tiganya, yakni keyakinan dalam hati, penyaksian dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan maka jelas tidak ada perbedaan pendapat .
2.      Pengakuan  ucapan dan keyakinan dalam hati namun hanya disertai dengan sebagian amal serta melakukan dosa besar atau sebagian dosa besar menurut Mu'tazilah mereka telah keluar dari iman dan tidak masuk dalam kafir tapi fasiq. Mereka ada di antara dua derajat dan selamanya di neraka. Pendapat ini adalah kesalahan besar menurut Ahlussunnah wal Jama'ah.
3.      Membenarkan dalam hati dan mati sebelum mengucapkan dengan lisan dan belum beramal dengan anggota badan. Hal ini merupakan yang disengketakan.
4.      Bagi yang berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat adalah syarat kesempurnaan iman, maka orang ini mati sebelum iman. Pendapat ini salah karena Rasulullah SAW bersabda :
يخرج من النار من كان فى قلبه مثقال ذرة من ايمان . اخرج البخاري ومسلم من حديث أبى سعيد الخدرى فى الشفاعة
Demikian hadist Jibril tidak mensyaratkan kecuali hanya tashdiq kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya dst.
5.       Membenarkan dalam hati dan ada kesempatan mengucapkan dua kalimat syahadat, namun tidak mengucapkannya dan mengetahuti atas kewajiban mengucapkannya. Maka hal ini ada dua kemungkinan :
a.       Karena ingkar, maka tergolong kafir
b.       Karena malas, maka menurut pendapat yang adzhar ( lebih jelas dalilnya ) dia masih mukmin dengan dasar hadist Nabi di atas. Pendapat yang kedua mengatakan kafir karena ucapan dengan lisan adalah rukun. Hal ini karena dua kalimat syahadat bukan hanya mengkabarkan ungkapan hati, melainkan sebagai perwujudan aqidah lain. Dan golongan Murji'ah yang berlebihan dalam berpendapat bahwa orang yang demikian ini sama sekali  tidak masuk neraka, karena mereka berpendapat bahwa orang mukmin walau durhaka tidak masuk neraka.
6.       Mengucapkan dua kalimat syahadat, tapi dalam hatinya tidak percaya. Hal ini kita tidak ragu bahwa dalam urusan akhirat mereka adalah penghuni neraka selama-lamanya. Adapun di dunia, dia dihukumi Islam dalam hal semisal jadi imam, menguasai orang islam, pernikahan. Karena kita tidak tahu hati mereka. Bagi kita perlu mempunyai dugaan bahwa tidak mengucapkan dua kalimat syahadat kecuali membenarkan dalam hati, sedangkan yang diragukan hanya hukum di dunia  di antara mereka dan Allah SWT.
Kesimpulan pembahasan di atas bahwa Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, tapi punya keterkaitan, tidak dapat dipisahkan. Perinciannya sebagai berikut :
1.  Mukmin yang sempurna jika disertai dengan pengamalan dengan anggota. Muslim yang sempurna jika disertai dengan pembenaran dalam hati
2.  Mukmin dihadapan Allah tapi diperlakukan kafir di dunia jika membenarkan dalam hati dan tidak mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan setelah punya kesempatan mengucapkannya.
3.  Muslim dalam hukum dunia selama mengucapkan dua kalimat syahadat, lebih-lebih mengamalkan dengan anggota badan atas segala perintah dan menjauhi larangan sebelum terbukti melakukan sesuatu yang mengakibatkan kufur sebagaimana beberapa hal di bawah ini :
a. Mengingkari segala sesuatu yang dibawa Rasulullah yang telah disepakati para ulama dan diketahui  secara masyhur ( maklum dloruri ). Seperti mengingkari Al-Quran, kitab-kitab samawi, Malaikat-Nya, hukum-hukum-Nya, janji-Nya, Hari Kiamat, Surga, Neraka, siksa kubur dan lain-lain, tidak mempercayai sifat wajib bagi Allah atau Rasul-Nya dengan maklum dloruri wajibnya, shalat lima waktu, zakat, puasa  Romadlon dan haji bagi yang mampu.
b. Menganggap adanya sesuatu yang ditetapkan syari'at ketidakadaannya dengan disepakati ulama/menjadi konsensus ulama dan tidak masyhur di kalangan ummat. Seperti menganggap Allah tidak adil, Allah dzalim, Allah bersifat dengan sifat yang ditetapkan mustahil bagi Allah dengan kesepakatan ulama dan masyhur, meyakini adanya Nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad SAW.
c.  Menghalalkan haramnya sesuatu yang mujma' 'alaih yang diketahui di kalangan ummat seperti zina, mabuk dan judi.
d. Mengharamkan sesuatu yang ditetapkan kehalalannya oleh syari'at dengan konsensus para ulama yang maklum dikalangan ummat seperti mengharamkan shalat dan zakat.
e. Meyakini wajibnya sesuatu yang disepakati tidak wajibnya secara syara' dan menjadi konsesus para ulama dan ma'lum dloruri seperti menambah satu rakaat atau sujud dalam shalat fardlu.
f.   Setiap perbuatan, perkataan, keyakinan yang sengaja melecehkan terhadap kitab, Nabi, Malaikat, tanda kebesaran, hukum, janji dan ancaman Allah. Bila tidak sengaja melecehkan, maka tergolong ahli bid'ah

AHLI BID'AH
Bid'ah adalah mempunyai dua arti, yaitu secara bahasa dan syara'.
Bid'ah menurut bahasa adalah segala sesuatu yang belum pernah ada, persamaan dalam zaman sebelumnya. Dalam kamus disebutkan
بدع يبدع بدعا الشئ : اخترعه وصنعه لا على مثال
بدع يبدع بداعة اي لا مثيل له
البدع ج ابداع وبدع : المحدث الجديد
 ( Mewujudkan perkara baru)
Dikatakan فلان بدع فى الأمر اي اول ما فعل Fulan yang bid'ah adalah yang pertama kali melakukan.
البدع ج بدع ما احدث على غير مثال سابق
Bid'ah adalah segala sesuatu yang dijadikan tanpa adanya contoh atau acuan terdahulu. Disebutkan dalam firman Allahبديع السموات والأرض , Allah menjadikan langit dan bumi dengan tanpa ada contoh atau acuan sebelumnya.
Bid'ah secara bahasa dalam hal ini adalah segala perbuatan,  perkataan ( lahir atau batin ) atau keyakinan yang belum ada pada zaman Rasulullah SAW.
Bid'ah menurut syara' adalah segala aqidah, amaliyah, perkataan lahir atau batin yang digolongkan agama tapi tidak ada dasar dari sumber agama. Ahli bid'ah adalah golongan yang     membuat sesuatu, baik aqidah,   amaliyah ( perbuatan ),      atau maqoliyah  ( perkataan ) yang digolongkan agama / diatasnamakan agama dengan tanpa ada dasar atau acuan dari sumber agama. Keterangan di atas berdasar hadist :
1.            حديث عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من احدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد0راوه البخارى ومسلم حرجاه فى الصحيحين من رواية القاسم بن محمد عن عمته عائشة رضى الله عنها0
"Barang siapa membuat model baru dalam agama saya dengan sesuatu yang tidak ada dari agama saya. Maka ditolak, artinya tidak ada dasar dari sumber syari'at". ( HR. Bukhori Muslim )
2.            عن العرباض بن سارية ، قال : صلى لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الصبح ، ثم أقبل علينا فوعظنا موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون ، فقلنا : يا رسول الله ، كأنها موعظة مود ع فأوصنا ، قال : أوصيكم بتقوى الله عز وجل والسمع والطاعة ، وإن أمر عليكم عبد فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ  وإياكم ومحدثات  الأمور فإن كل بدعة  ضلالة0
3.            هذا الحديث خرجه الامام احمد وابو داود والترمذي وان ماجه من روية ثور بن يزيد عن خالد بن معدان عن عبد الرحمن بن عمر السلمي.زاد احمد في رواية له وابو داود وحجر الكلاعن كلاهما عن العرباض بن سارية.
Hadits Irbad bin Sariyyah R.A berkata: "Rasulullah telah memberi mau'idloh dengan mau'idloh yang dapat menggetarkan hati saya, dan mengalirkan air mata saya. saya berkata:"Ya Rasulullah ini seakan-akan mau'idloh perpisahan tolong berilah wasiat pada saya". Rasulullah bersabda: "Saya berwasiat kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, mau mendengarkan dan mentaati walau yang jadi pemimpin adalah seorang hamba sahaya dan barang siapa yang hidup setelah saya maka akan mendapatkan perbedaan pendapat yang sangat banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang teguh dengan sunnah saya dan sunnahnya Khulafaur Rosyidin yang selalu mendapat petunjuk.Gigitlah (berpeganglah) dengan erat dan jauhilah perbuatan yang baru. Sungguh setiap bid'ah adalah tersesat."

Catatan :
Hadits-hadits di atas adalah kalam ٍٍShohibul Al-syari maka harus diartikan sesuai dengan ma'na syara'. Karena setiap lafadz harus diartikan dengan ma'na dari bahasa yang mengatakan اصطلاح المتكلم  Sebagaimana fa'il jika yang mengatakan Ahli Nahwu maka harus di artikan dengan الاسم المرفوع الذي وقع بعد الفعل ( Isim yang dibaca rofa' yang jatuh  setelah fi'il, jika  yang  mengucapkan  Ahli  bahasa (  لغة)  maka  artinya adalah من اوجد الفعل ( orang yang melakukan pekerjaan ), seperti Bina' المعتل Jika yang menyatakan Ahli Nahwu yang dimaksud adalah lafadz yang akhirnya berupa ياء atau الف karena nahwu hanya berbicara akhir kalam. Jika yang mengatakan ahli shorof maka yang di kehendaki adalah lafadz yang فاء  atau عين atau لام fi'ilnya berupa huruf علة. Demikian pula jika yang mengucapkan syara' harus diartikan dengan ma'na yang sudah dikehendaki syara' seperti shalat walau dalam arti bahasa artinya adalah do'a, tapi perintah syara' seperti اقيمواالصلاة harus diartikan dengan shalat secara syara' yang sudah tentu harus mengacu pada dalil-dalil yang disebutkan sumber syari'at dalam hal ini adalahاقوال وافعال مفتتحة بالتكبير مختتمة بالسلام بشرائط مخصوصة  Karena berdasarkan hadits صلوا كما رأيتموني أصلي  kemudian jika dalam syara' tidak ditemukan dalil yang menunjukkan maka harus dikembalikan pada ma'na bahasa, dan jika dalam bahasa tidak ditemukan pula maka harus dikembalikan pada Al-Urf yaitu kepatutan dikalangan manusia. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qoidah Al Fiqih :
وكل ما لم ينضبط شرعا ولا وضعا فللعرف رجعوعه انجلى
Kesimpulan :
Setelah kita tahu keterangan diatas maka kata-kata البدعة yang klaim الضلالة (sesat) yang ada dalam hadits harus dikembalikan pada البدعة yang dikehendaki ma'na syara' yaitu sesuatu aqidah amaliyah maqoliyah lahir atau batin yang tidak berdasar dari sumber syari'at maka tersesat.Yang dikehendaki tersesat dalam hal ini juga harus diartikan dengan syara' pula yaitu tersesat dari jalan yang benar menurut syari'at yaitu agama islam ( صراط المستقيم ) dengan demikian kita harus mengetahui sumber-sumber syari'at sehingga kita tidak salah mengartikan bid'ah.



SUMBER-SUMBER SYARI'AT
Sumber-sumber syari'at yang disepakati para ulama' adalah sbb:
1 .الكتاب/القرأن 2.السنة  3.اِلاجماع 4. القياس
Sedangkan sumber syari'at yang masih di perselisihkan ulama' sbb:
1.استصحاب الاصل   2.الاستحسان   3.الاستصلاح   4.العرف
AL-KITAB / AL-QUR'AN
Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan pada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril yang di jadikan ibadah dengan membacanya dan dapat mengalahkan musuh dengan surat yang paling pendek. Al-Qur'an adalah pondasi dari semua dalil-dalil syara' baik berupa Al-Sunnah yang telah menjelaskan ma'na Al-Qur'an dan menyibak ma'nanya atau ijma'. Karena Ijma' adalah kesepakatan para ulama' dengan menyeluruh pada hukumnya sesuatu kasus melalui dasar Al-Qur'an atau Al-Hadits demikian pula Qiyas sumbernya juga dari Al-Qur'an karena Qiyas adalah member suatu hukum pada sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dengan hukum sesuatu yang disebutkan hukumnya, karena ada persamaan diantara keduanya.Hal ini kembalinya juga Al-Qur'an, sehingga imam Ghazali dalam kitab المستسفى  mengatakan bahwa pada dasarnya hukum semua masalah adalah satu yaitu firman Allah.Sedang Rasulullah hanya mengabarkan dari dari Allah, bahwa Allah memberi hukum demikian demikian bukan beliau yang menetapkan atau memberi hukum;berarti hukum hanya milik Allah, sedang ijma' menunjukkan sunnah, sunnah menunjukkan hukum Allah, sedangkan akal tidaklah menunjukkan pada hukum bahkan menunjukkan tidak adanya hukum ketika tidak mendengar dalil syara'.

KEPASTIAN DALIL Al-QURAN
Kepastian dalil Al-Quran ada dalam firman Allah :
1.   ومن لم يحكم بما أنزلالله فأولئك هم الكفرون. (المائدة:44 ) 
2.    ذلك الكتاب لاريب فيه هدى للمتقين. (البقرة: 2 )
3.   وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ. (المائدة:49) 
4.   فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. (النساء:65)
5.   وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ. (المائدة:48)

AL- SUNNAH
Sumber syari'at yang kedua adalah al-Sunnah. Yang dimaksud dengan al-sunnah dalam bab ini adalah sabda, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW. Resminya sunnah di dalam dasar hukum syari'at:
a.     Berdasarkan Al-Quran sebagaimana firman Allah SWT :
1.     وما أتاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهوا . (الحشر : 7)
Segala sesuatu yang dibawa Rasul, maka ambillah, dan segala sesuatu yang dilarang tinggalkanlah.
2.     وما كان لمؤمن ولامؤمنة اذا قضى الله ورسوله امرا ان يكون لهم الخيرة من امرهم. (الأحزاب : 36)
Segala sesuatu yang ditetapkan hukumnya oleh Allah dan Rasulnya, maka bagi orang mukmin tidak ada pilihan baginya.
3.     أطيعوا الله وأطيعوالرسول وأولى الأمر منكم . النساء : 49
Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada utusan-Nya dan kepada orang-orang yang mempunyai wewenang dari golongan kamu semua
4.     وما ينطق عن الهوى (3) ان هو الا وحى يحى (4) . النجم :3-4
Muhammad Rasulullah tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu (kesenangan), melainkan berdasarkan wahyu yang telah diberikan kepadanya.
Masih banyak ayat-ayat Al-Quran yang melegalkan sunnah sebagai sumber rujukan penentuan hukum syari'at. Dan cara mengambil dalil dari sunnah maupun dari Al-Quran dengan segala permasalahannya telah dibahas dalam kitab usul fiqih. Silahkan dikaji dan dipelajari jika ingin jelas. Berdasarkan Ijma' para ulama, yakni semua orang Islam telah sepakat bahwa sunnah sebagai sumber rujukan penentu keputusan hukum syari'at walaupun berbeda dalam cara mengambil dalil.
AL-IJMA'
Sumber rujukan yang ketiga adalah ijma'. Ijma' adalah kesepakatan ulama yang ahlu al-halli wal 'aqdi (mujtahiddin) dari ummat Muhammad atas hukumnya sebuah kasus yang terjadi setelah wafatnya NAbi Muhammad SAW.
Dalil dilegalkannya ijma' sebagai rujukan hukum syari'at digolongan ahlussunnah wal jama'ah berdasar sumber  syari'at Al-Quran dan Al Hadits. Dengan demikian kita mengacu pada ijma' dalam menentukan hukunya sebuah kasus yang terjadi termasuk pula memakai rujukan Al-Quran dan A-Hadits. Karena yang melegalkan adalah dalil Al-Quran dan Al-Hadits, seperti di bawah ini :
A.       Al-Quran
5.           ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين لهم الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا .( النساء : 59 )
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali".
6.وكذالك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا . (القلم : 22)
Demikian pula Aku jadikan engkau semua sebagai ummat yang adil agar engkau semua kelak menjadi saksi terhadap manusia dan Rasul sebagai saksi kamu semua.
Dalam ayat ini Allah mengklaim adilnya ummat Muhammad ketika menjadi saksi untuk manusia atas kata-kata mereka.
7.             كنتم خير امة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر . (ال عمران : 110)
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar".

Dalam ayat ini Allah mengklaim ummat Muhammad sebagai pelaku perintah kebaikan pelarangan kemungkaran, maka ketika berbeda dengan ummat Muhammad, maka melakukan hal yang tidak ma'ruf dan atau mungkar sebagai mana ayat :
8.     واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا . (ال عمران : 103)
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai".
Ketika kita tidak mengikuti ijma' ummat Muhammad, maka berarti cerai berai. Dan masih banyak lagi yang melegalkan ijma'.
B.       Al-Hadits
1.     قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان أمتى لا يجمع على ضلالة فاذا رايتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم . رواه ابن ماجه عن انس بن مالك
"Sesungguhnya ummatku tidak akan pernah sepakat dalam kesesatan, maka jika engkau mengetahui pebedaan pendapat maka wajib bagimu mengikuti golongan yang besar".
2.     قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الله لا يجمع امتى او قال أمة محمد صلى الله عليه وسلم على ضلالة يد الله مع الجماعة ومن نتذ نتذ الى النار . رواه الترمذى عن بن عمر)
Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesepakatan ummatku atau ummat Muhammad dalam kesesatan".
3.     قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان الله اجاركم من تلاه خلال ان لا يدعو عليكم بينكم فتهلكوا جميعا  وان لا يظهر اهل الباطل على  الحق وان لا يجتمعوا على  ضلالة . رواه  ابو  داود عن بن مالك الأشعرى
Rasulullah SAW bersabda :"Allah telah menyelamatkan engkau semua dari tiga hal yang cacat, yaitu tidak mengajak engkau semua di antara engkau semua, maka engkau semua akan rusak, tidak menjadikan kemenangan golongan bathil atas golongan haq dan tidak adanya engkau semua sepakat dalam kesesatan".
4.           قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عليكم بالجماعة واياكم بالفرقة فان الشيطان مع الواحد وهو من الأثنين ابعد من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة من ستره حسنته وسأته سيئته فذلك المؤمن  . رواه الترمذى عن عمر بن الخطاب
"Berpegang teguhlah dengan golongan dan jauhilah perpecahan karena sesungguhnya syaitan bersama dengan satu orang dan dia lebih menjauh kepada dua orang dari pada satu orang. Barang siapa menginginkan surga, maka perpeganglah pada golongan, barang siapa telah gembira dengan kebaikan dan menjadi susah karena kejelekannya, maka dia tergolong orang mukmin".
5.     قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يد الله مع الجماعة
"Kekuatan Allah selalu menyertai golongan muslimin".
6.           قاله r من فارق الجماعة مات ميتة جاهلية. شرح النووي ج 2 ص 238
"Barang siapa yang memisahkan diri dari golongan muslimin / umat Muhammad maka mati dengan keadaan jahiliyyah".
7.     قال : من فارق الجماعة شبرا ، فقد نزع ربقة  الإسلام من عنقه. رواه البيهقي عن ابي ذر ج 18 ص 157
"Barang siapa memisahkan diri dari golongan walau satu kilan tangan maka telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya".
8.      قال رسول الله عليكم بالسواد الاعظم. مسند احمد الجزء 4 ص 268
"Berpegang teguhlah dengan golongan yang terbesar"

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi yang melegalkan ijma' untuk menjadi sumber rujukan dalam menentukan hukum syari'at meski mekanisme pengambilan dalil dan cara ijma' yang dijadikan pijakan masih diperselisihkan ulama'. Lebih jelasnya pelajari ilmu Ushul Fiqh.
Legalitas kevalidan ijma' dipandang secara rasio sangat rasional dengan pandangan-pandangan sbb :
a.   Para sahabat Nabi ketika memberi keputusan hukum dan menganggap telah benar tentu tidak akan berani memberi keputusan tanpa ada sandaran dalil yang jelas.
b.   Mustahil/irrasional jika para sahabat bertujuan bohong atau mengalami kesalahan dengan tanpa ada satu pun yang mengingatkan.
c.   Agama Islam kebenarannya terjaga sampai hari Qiyamat, sementara wahyu telah putus, maka sangat irrasional jika umat Muhammad sepakat dalam hal yang salah.



QIYAS
Sumber hukum syari'at yang disepakati para imam mujtahid yang ke empat adalah Al-Qiyas. Pengertiannya adalah sbb :
Secara bahasa/etimologi adalah menyamakan sesuatu dengan yang lainnya. Secara istilah/terminology adalah menyamakan hukumnya sesuatu kasus (far'i) yang belum ditetapkan hukumnya dalam Al-Qur'an atau hadits dengan sesuatu yang sudah di tetapkan hukumnya dalam Al-Qur'an atau Al-Hadits (Asl) yang dilakukan oleh seorang mujtahid karena ada persamaan dalam hal yang menjadi  faktor ditetapkannya hukum (‘illat).
Adapun legalitas al-Qiyas dari Al-Qur'an sbb :
1.     فاعتبروا ياولي البصار ( الحشر    )
"Ambillah pelajaran momentum dalam wahai orang-orang yang punya mata hati".
Telah diriwayatkan dari Tsa'lab arti " اعتبار " secara bahasa adalah mengembalikan hukumnya sesuatu dengan yang sebanding ( رد حكم الشيء الى نظيره)
2.     ان فى ذلك لعبرة لاولى الابصار ( ال عمران اية  13)
"Sesungguhnya dalam hal itu ada momentum bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan hati (pemahaman)".
3.     ولو ردوه الى الرسول والى اولى الامر منكم لعلمه الذين يستنبطون منهم ( النساء  83)
"Jika mereka mengembalikan hukumnya sesuatu kepada Rasulullah dan kepada orang yang membidangi dari golongan mereka, maka sungguh orang-orang yang mengkaji makna ayat akan mengetahui hukumnya".
4.     فان تنازعتم فى الشئ فردوه الى الله والرسول ( النساء 59)
"Jika engkau masih bersengketa hukumnya sesuatu yang belum ada nash (penjelasan) maka kembalikan (samakan) pada hukum yang dijelaskan Allah (Al-qur'an) atau Rasulullah (Al-hadits)".
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang melegalkan qiyas sebagai acuan hukum.
Adapun legalnya qiyas sebagai rujukan hukum dari al-sunnah sbb :
5.           ما روى عن النبى صلى الله عليه وسلم انه قال لمعاذ حين وجهه الى اليمين :
بم تقضى؟ بكتا ب الله ؟ قال فان لم تجد فى كتاب الله ؟ قال بسنة رسول الله ؟ قال : فان لم تجد فى سنة رسول الله ؟قال اجتهد رائ قال : الحمد الله الذى وفق رسول الله لم يرضى به رسوله اعلام الموقعين ج 1 ص 202 وانظر مقدمة  ابن خلدون ص 454
6.           روى ابن ماجه عن ابن عباس عن اخيه الفضل ان امراة من خثعم قالت : يا رسول الله ان مريضة الله  فى الحجى على عباده اركت ابى شيخا كبيرا لايستطيع ان يركب افا حج عنه؟ قال :نعم.فانه لو كان على ابيك دين قضيته .ابن ماجه ج 2 ص 961
7.           رواية عن عبد الله بن بريدة عن ابيه رضي الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم انه قال انما نهيتكم عن لحوم الاضحى فوق ثلاثة ايام ليوسع موسعكم على فقيركم.مسند الامام ابى حنيفه  ص 195
Dalam hadits ini Rasulullah menjelaskan 'illat diharamkannya menyimpan daging lebih dari tiga hari, karena memberi keluasan pada fakir
8.           ما اخرجه الترمذى عن ابى هريرة عن صلى الله عليه وسلم انه قال اذا استيقظ احدكم من الليل فلا يدخل يده الاناء حتى يفرغ عليها مرتين اوثلاثا فانه لايدرى اين باتت يده. الترمذى ج1ص036
9.           كتب عمرابن الخطاب لابن موسى الاشعرى فقال الفهم الفهم فبما تلجلج فى صدرك مما ليس فى كتاب الله تعالى ولا سنة نبيه ثم اعرف الامثال و الاستباه وقس الاعموربنظائرها .الاحكام السلطانيه للماوردى ص 71
Dan masih banyak ayat hadits dan atsar shahabat yang melegalkan qiyas. Adapun kevalidan urutan dan macam qiyas berikut hal-hal yang menjadi wilayah qiyas atau bukan telah disebutkan dalam ushul al-fiqh. Silakan dikaji.
Setelah kita tahu tentang sumber-sumber rujukan syari'at yang disepakati para ulama, maka jelaslah bahwa bid'ah secara syara' adalah segala sesuatu yang dilakukan baik aqidah maqoliyah atau af'aliyah yang tidak ada sumber syari'at sebagaimana di atas dan dinisbatkan pada ajaran agama, maka itu bid'ah yang di tolak /diharamkan /disesatkan.
Dan manakala sesuatu yang di nisbatkan pada ajaran agama baik aqidah maqoliyah atau af'aliyah yang ada dasar dari sumber syari'at di atas, maka termasuk hal yang bukan bid'ah walau dapat disebut dengan bid'ah secara bahasa.

MACAM-MACAM BID'AH
Adapun bid'ah secara bahasa terbagi menjadi 5 bagian :
1. Bid'ah wajibah dengan wajib kifayah ,seperti mengumpulkan tulisan Al-Quran dan hadits-hadits Nabi, mempelajari ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan memahami Al-Quran dan Al-Hadits seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu ma'ani, ilmu bayan dll. Artinya pembukuan Al-Quran, Al-Hadits dan ilmu-ilmu tersebut tidak pernah dilakukan di zaman Nabi, akan tetapi ada dasar dari sumber syari'at yang berasumsi mewajibkan yaitu kewajiban bagi setiap  orang islam mengembalikan hukum sesuatu pada Allah dan Rasul-Nya (Al-Quran dan Hadits) sebagaimana firman Allah :
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ المائدة : 49
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik".
2. Bid'ah muharromah sebagaimana bid'ah yang dilakukan seseorang dengan Al-Quran dan Hadits atau selain ahlissunnah wal jam'ah. Contoh : berkeyakinan صراط المستقيم   di akhirat tidak ada, alam adalah qodim, Allah berkewajiban memberi pahala orang beribadah, Allah wajib menyiksa orang yang durhaka, menambah sujud atau rakaat dalam shalat dll. Artinya hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah dan bertentangan dengan adanya ketegasan sumber syari'at tersebut di atas.
3. Bid'ah yang mandubah (disunnahkan) sebagaimana shalat tarawih 20 rakaat dengan berjama'ah, membaca doa, sholawat atau tarodli kepada sahabat disela-sela tarawih, mendalami ilmu taswwuf dll. Artinya walau hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah, tapi ada dalil dari sumber syari'at yang disebutkan di atas, yakni untuk shalat tarawih dengan dua puluh  rakaat mengikuti apa yang dilakukan Sayyidina Umar bin Khoththob RA. Sebagaimana pengakuan beliau ketika para sahabat Nabi berkumpul untuk melakukan shalat di malam Romadlon dengan satu imam. Umar berkata :   نعمة البدعة هذه (Bid'ah yang paling baik adalah seperti ini). Dalam satu riwayat Umar berkata : ان كانت هذه بدعة فنعمة البدعة . أخرجه البخارى  (Jika perbuatan ini bid'ah, maka termasuk bid'ah yang bagus). Diriwayatkan pula bahwa Ka'ab mengatakan : "Hal ini belum pernah ada". Umar mengatakan  قد علمت ولكنه حسن (saya tahu, tapi hal ini baik). Sedangkan mengikuti Umar telah dilegalkan Rasulullah sebagaimana hadits Bukhori :اقتدوا بأبى بكر وعمر  . Demikian pula perintah Rasul untuk mengikuti Khulafaur Rosyidin dan hal ini termasuk mengikuti sunnah mereka. Adapun membaca doa dan lain-lain di antara tarawih walaupun tidak pernah ada di zaman Rasul, tapi ada sumber yang menyebutkan, seperti hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhori :
نهى رسول الله عن وصل الصلاة الا ان ينتقل او يتكلم بكلام . الحديث
"Rasulullah melarang menyambung antara shalat satu dengan sholat yang lain kecuali berpindah tempat atau berbicara selain urusan shalat".
Doa dilakukan dalam rangka memisah antara shalat satu dengan shalat yang lain.
4. Bid'ah makruhah, seperti menghias masjid atau Al-Quran, merokok, dll. Artinya hal itu belum pernah ada pada zaman Rasulullah dan ada larangan makruh dari sumber syari'at, yaitu Rasulullah memerintahkan kepada 'Aisyah mengembalikan selambu (tirai) bergambar  hasil  pemberian Abu Jahal. Karena mengganggu konsentrasi shalat dan merokok melawan perintah menjaga kebersihan.
5. Bid'ah mubahah, contohnya makan makanan yang enak, seperti gaya masakan masa kini yang tidak pernah dilakukan Rasul, naik sepeda motor, mobil dll. Artinya di zaman beliau belum ada, tapi tidak ada sumber syari'at yang melarang juga yang menganjurkan. Wallahu a'lam.





HAL-HAL YANG DIPERINTAH SYARA'
TAPI BANYAK DIKLAIM SEBAGAI PERBUATAN BID'AH
Banyak hal yang diklaim bid'ah oleh orang-orang bodoh (dlolalah) tapi sebenarnya sangat dianjurkan yang sesuai dengan sumber syari'at sebagai berikut :
A.   Istighotsah
Istighostah adalah permintaan pertolongan dari seorang hamba kepada zat yang memberi syafa'at atau menolak dari sesuatu yang berat.
Soal           :  Apa boleh meminta tolong kepada selain Allah ?
Jawab :  Boleh, tapi dengan menganggap makhluk yang dimintai pertolongan adalah sebagai sarana atau sebab dan hakekatnya yang menolong adalah Allah.
Dalil yang menunjukkan bahwa makhluk dapat menjadi sarana untuk minta  pertolongan adalah sebagai berikut :
1.والله في عون العبد ماكان العبد في عون اخيه. رواه مسلم
2.وان تغيثوا الملهوف وتهدوا الضال. رواه داود.
Dalam hadits tersebut Allah menggalangkan (menganjurkan) meminta pertolongan pada makhluk dan menganjurkan saling menolong di antara satu sama lain. Legalitas istighotsah dari sumber syari'at adalah:
1.     ان النبي صلى الله عليه وسلم قال ان الشمش تدنويوم القيامة حتى يبلغ العرق نصف الاذن فبينما هم كذلك استغثاثوا بادم ثم بموسى ثم بمحمد صلى الله عليه وسلم . رواه البخاري في صحيحه.
Ahli Mauqif telah sepakat diperbolehkanya istigotsah kepada selain Allah dengan ilham dari Allah
2.     ما رواه الطبراني انه صلى الله عليه وسلم قال اذا ضل احدكم اي عن الطريق او اردا عون وهو بارض ليس فيها انيس فليقل يا عباد الله اغيثوني. وفي رواية اغيثوني فان  لله عبادا لاترونهم.
Hadits ini jelas melegalkan istigotsah dan memanggil orang-orang ghaib baik hidup ataupun mati.

Kesimpulan: Madzhab ahlus sunnah wal jamaah memperbolehkan istigotsah, tawassul dengan orang hidup atau mati karena menyakini bahwa mereka adalah sekedar lantaran dan diharap barokahnya dengan derajat yang mereka sandang. Sebab mereka adalah kekasih Allah sedangkan yang berperan hakikatnya adalah Allah. Adapun  orang yang membedakan antara orang hidup dan mati adalah mereka yang menganggap bahwa orang hiduplah yang dapat berpengaruh bukan orang mati.
B.   Tawassul dengan kekasih Allah untuk mendapatkan apa yang dimaksud karena mereka mempunyai derajat yang tinggi disisi Allah dengan ilmu dan ibadah. Orang bertawassul hakikatnya meyakini hanya Allahlah yang memberi, bukan yang lain. Legalitas tawassul telah menjadi konsensus kaum muslimin sejak sahabat Nabi dengan berdasar:
يآأيها الذين آمنوا اتقوالله وابتغوا اليه الوسيلة
Ayat di atas jelas melegalkan tawassul dengan segala sesuatu yang dapat menyebabkan dekat kepada Allah dan menjadi sarana tercapainya suatu harapan. Dan di dalam ayat ini tidak membatasi dengan amal, tapi bisa amal atau dzat.
ولو انهم اذ ظلموا انفسهم جاءوك فاستغفروا الله واسغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما
Ayat ini shorih atas diperbolehkannya tawassul kepada Nabi Muhammad karena ada firman جاءوك , kalau tidak boleh maka جاءوك tidak ada gunanya.
1.     ذكر ابن القيم في زاد المعاد عن ابن مسعود الخدري قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم ما خرجرجل من بيته الي الصلاة فقال أللهم أني أسألك بحق ألسائلين عليك وبحق ممشاهذا اليك فا ني لم اخرج بطرا وابتغاء ولا انشر ولا رياء ولا سمعة اأنما خرجت اتقاء وابتغاء مرضاتك اسألك ان تنقذني من الناروان تغفرلي ذنوبي فانه لا يغفر الذنوب الا انت الا وكل الله به سبعين الف ملك يستغفرون له واقبل الله عليه بوجهه حتى يقضي صلاته.رواه ابن ماجه
2.     وروى البيهقي وابن السنى والحافظ ابونعيم ان من دعائه صلي الله عليه وسلم عند خروجه الى الصلاة أللهم أني أسألك بحق ألسائلين عليك الخ.
Hadits ini dengan shorih melegalkan tawassul kepada setiap hamba Allah baik hidup atau orang  mati.
واخرج ابو نعيم فى المعرفة والطبرانى وابن حبان فى صحيحه عن انس بن مالك رضى الله عنه قال:لما ماتت فطمة بنت اسد علي بن ابي طالب رضى الله عنهما وذكر الحديث وفيه انه صلي الله عليه وسلم اصطلج في قبرها وقال الله الذى يحيى ويميت وهو حي لايموت اغفر لا في فطمة بنت اسد ولقنها حجتها ووسع عليها مدخلها بحق نبيك والانبياء الذين من قبلى فانك ار حم الرحيمن. الحديث
Cobalah dicerna dalam hadits tersebut disebutkan بحق نبيك والانبياء الذين من قبلى anda akan faham bahwa Rasulullah tawassul dengan orang-orang yang mati. Sedang legalitas tawassul kepada Rasulullah setelah beliau wafat sbb:
ما روى البيهقي وابن ابي شيبه باسند صحيحح:ان الناس قحطوا في خلامة عمر رضى الله عنه فجاء بلال بن الحارث رضى الله عنه الى قبر النبي صلي الله عليه وسلم فى المنام وقال : ائت عمرابن الخطاب واقراه السلام واخبرهم انه يسقون فاتاه واخبره فبكى عمر رضى الله عنه وسقوا.
Dalam Atsar ini apa yang dilakukan Bilal telah diketahui  para shahabat tapi tidak ada yang ingkar satu pun termasuk Umar ibn Khattab
روي الترمذي والنسائى والبيهقي والطبرانى باسند صحيحح عن عثمان بن حنيف رضى الله عنه ان رجلا ضريرا اتى النبى صلي الله عليه وسلم فقال ادع الله ان يعاقبني فقال ان شئت دعوت وشئت صبرت وهو خير قال فادعوه فامران يتوضأ ويحسن وضؤءه ويدعو بهذاالدعاء:اللهم اني اسألك وا توجه اليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد اني ا توحه بك الى ربي فى حجاتى لتقضى اللهم شفعه في فعاد وقداصبر.وخرج هذا الحديث البخاري أيضا فى تاريحه وابن ماجه والحاكم فى المستدرك باسند صحيحح.وذكره الجلال السيوطى فى الجامع الكبير والصغير.

Kadang-kadang orang yang bodoh mengatakan bahwa hadits hanya tawassul dengan orang-orang yang masih hidup, berarti setelah mati tetap tidak diperbolehkan. Perlu diketahui do'a ini juga dilakukan golongan sahabat, tabi'in setelah wafat. Sebagaimana keterangan dibawah ini:
ما رواه الطبرانى والبيهقي ان رجلا كان يختلف الى عثمان رضى الله عنه من خلافته فى حاجة ولم يكن ينظر فى حاجته.  فتبكى الرجل ذلك عثمان بن حنيف فقال له ائت الميضأة فتوضأ ثم ائت المسجد فصل ثم قل اللهم اني اسألك  وا توجه اليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد اني ا توحه بك الى ربي فى حجاتى لتقضى حاجتي وتذكر حاجتك فانطلق الرجل فصنع ذلك ثم اننى باب عثمان رضى الله عنه فجاءه البواب واخد بيده وادخله على عثمان فاجلسه معه وقال اذكر حاجتك  فذكر حاجته فقضاها ثم قال له ماكان لك من حاجة فاذكرها فلما خرج الرجل من عنده لقي ابن حنيف فقال له جزاك الله خيرما كان ينظر فى حاجتي حتى كاعته لى فقال ابن حنيف والله ما كاعته ولكن شهدت رسول الله وقد اتاه ضرير فشكى اليه ذهاب بصره .الحديث

PANDANGAN ISLAM
TENTANG BUDAYA JAWA
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله الذى أرسل رسوله باالذى ودين الحق والصلاة والسلام عل سيدنا محمد الذي بعث ليتمم مكارم الأخلاق وعلى آله وصحبه والتابعين لهم بالأخلاق. أما بعد:
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus utusannya memberi petunjuk dan agama yang haq. Rahmat dan keselamatan terlimpahkan kepada baginda Muhammad yang diutus untuk menyempurnakan akhlaq, semoga pula kepada keluarga dan sahabat juga pengikut mereka yang penuh dengan akhlaq. Sebagaimana hadits yang sering kita dengar, Rasulullah bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
 “Saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq"
Dari hadits ini berasumsi bahwa sebelum Nabi Muhammad sudah ada akhlaq walau tidak sempurna, yaitu budaya dan tradisi orang arab. Jadi, agama haq yang di bawa Muhammad bukan merubah budaya dan tradisi. Tapi  menyempurnakan budaya dan tradisi yang belum sempurna. Hal ini nampak sekali dari sabda beliau:
اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن
“Taqwalah kepada Allah dan tutuplah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik maka akan menghilangkan kejelekan tersebut dan berperilakulah pada manusia dengan perlakuan yang baik”

Baginda Ali bin Abi Thalib seorang sahabat Nabi yang pernah ditanya tentang pengertian perilaku yang baik dalam hadits:
تمحها وخالق الناس بخلق حسن
Beliau menjawab :
موافق للناس ما عدا المعاصى
“selalu adaptasi dengan budaya dan tradisi di mana kita berdomisili selama tidak bertentangan dengan syar’i atau maksiat”.
Sebagaimana keterangan dalam syarah Sulam Taufiq.
Dari sini jelas bahwa agama datang bukan merubah budaya dan tradisi melainkan selalu menjaga budaya dan tradisi selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini nampak sekali kalau kita melihat dalam asbabun nuzul  ayat-ayat Al-Quran dan Hadits yang menjelaskan hukum dengan mempertimbangkan budaya dan tradisi, diantaranya adalah:
Kesatu, diturunkanya ayat dalam surat Al-Baqarah:
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاق(200)وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201)أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (202)
Artinya : Apabila kamu telah menyelesaikan hajimu maka berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana kamu menyebut nenek-nenek moyangmu atau berdzikirlah lebih banyak dari itu, maka di antara manusia ada yang  berdo’a : "Ya Tuhan berilah kebaikan di dunia dan tidak ada kebaikan yang menyenangkan di akhirat". Dan di antara mereka ada yang berdo’a: "Ya Tuhan berikanlah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksaan api neraka". Mereka itulah orang mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan Allah sangat cepat menghitungnya.
Dalam ayat di atas  terdapat perintah Allah untuk memperbanyak dzikir di mana ketika paripurna ibadah haji dan sekaligus Allah menyebutkan tradisi manusia yang berbeda-beda, ada yang hanya ingin berbahagia di dunia, hal ini disempurnakan Allah dengan  firman-Nya:
وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاق
Mereka di akhirat tidak mendapatkan kebahagiaan
Dan ada yang tradisi mereka menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan di jelaskan Allah dengan : أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا
Sebab diturunkanya ayat ini sebagai berikut:
قال مجاهد كان أهل الجاهلية اذا اجتمعوا  في الموسم ذكروا فعل أيامهم ونسائهم والفخروا فانزل الله تعالى فاذكروا الله كذكركم أبائكم او اشد ذكرا.قال وقال الحسن يعني البصري كانت العرب اذا حدثوا او تكلموا يقولون وابيك انهم ليفعلون كذا فانزل الله تعالى هذه الأية. اسباب النزول للامام الحسن بن احمد الواحدي النيسابوري المتوفى 467
Dari Asbabun Nuzul ini sangat jelas sekali bahwa tradisi orang jahiliyyah telah berkumpul di Muassim (Mina) dengan menyebut perbuatan ayahnya (nenek moyangnya) kemudian perkumpulan yang sudah menjadi tradisi tersebut tidaklah dirubah agama Islam, artinya masih diabadikan, hanya nuansanya yang tidak Islami tersebut yakni menyebut nenek moyang diganti dengan nuansa I slami yaitu dzikir kepada Allah.
Kedua: Sa'i yang pada awalnya merupakan tradisi jahiliyyah dimana kala itu gunung Shafa dan Marwah ada berhala yang namanya Asaf (أسق) dan Naila (نائلة).
Orang Jahiliyyah ketika sa'i menyebut kedua berhala tersebut. Ketika Islam datang dan berhala tersebut di hancurkan, maka orang-orang Islam enggan sa'i di gunung tersebut. Tapi justru Allah melegalkan. Hal ini nampak pada asbabun nuzul dalam firman Allah :
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (البقرة:158)
1. قال أنس بن مالك كنا نكره الطواف بين الصفا والمروة لانهما كانا من معشار الجهلية فتركناه في الاسلام فانزل الله هذه الأية.
2. وقال عمر بن الحسين سألت ابن عمر عن هذه الاية فقال انطلق الى ابن عباس فسله فانه اعلم من بقي بما انزل على محمدصلى الله عليه وسلم فاتيته فسألت فقال كان على الصفا صنم على صورة الرجل يقال له أسف وعلى المرأة على الصورة امرأة تدعى نائلة زعم اهل الكتاب انهما رتبا في الكعبة فمسخهما الله تعالى حجرين ووضعهما على الصفا والمروة ليعتبربهما فلما طلت المدة عبدا من دون الله تعالى فكان أهل الجاهلية اذا طفوا بينهما مسحوا الوثنين فلما جاء الاسلام وكسرت الاصنام كره المسلمون الطواف بينهما لأجل الصنمين فانزل الله هذه الأية.
3. وقال السدى في الجهلية تعرف الشياطين بالليل بين الصفا والمروة وكانت بينهما آلهة فلما طهر الاسلام قال المسلمون يا رسول الله نطوف بين الصفا والمروة فانه شرك نصنعه في الجهلية فانزل الله هذه الأية
Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang memperkuat keterangan ini.  
Ketiga: Ketika Rasullulah duduk bersama Abu Bakar dan tiba-tiba datang seorang sahabat dan diperintahkan Rasul duduk bersamanya, namun ia menolak perintah Rasul karena menurut adat istiadat orang arab tidak sopan orang kecil (rendah) berdampingan duduk dengan orang mulia. Maka dengan mengakomodir budaya tersebut, seorang sahabat yang merasa rendah tersebut menolak perintah Rasulullah dan Rasulullah pun menyetujui atas perilaku sahabat tersebut, sehingga menjadi Qoidah ‘Ammah :
مراعاة الآدب مقدم على الطاعة
  (menjaga adab/budaya didahulukan dari pada taat yang tidak wajib).
Demikian pula ukuran muru’ah yang dikembalikan pada budaya dan tradisi karena berdasarkan hadits Rasul :
ومارأه المسلمون حسنا عند الله حسن
Dan masih banyak keterangan yang dijadikan dasar atas pentingnya mempertahankan budaya dan tradisi yang telah diakomodir oleh syara’. Dari latar belakang di atas para pejuang dan wali songo telah berhasil menghantarkan orang-orang Indonesia dari agama hindu dan budha menjadi mayoritas islam

ISLAM DAN BUDAYA DI INDONESIA
Islam datang di bumi nusantara bukan sebagai penakluk sebagaimana penjajah, melainkan datang dengan jalan damai dan dapat dirasakan masyarakat sebagai agama yang mengayomi masyarakat dan sebagai solusi pemecah problem yang menghantui di masyarakat. Sehingga tidak ada yang merasa mendapat tekanan atau paksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Hal ini karena agama bukan merubah budaya dan tradisi yang digemari masyarakat. Hal ini dapat diketahui dengan berbagai pendekatan.
1.    Islamisasi kultur jawa baik dengan formal atau substansial. Hal ini dapat kita lihat dengan penggunaan istilah di bumi jawa seperti adil, rakyat, musyawarah, kehakiman, pengadilan dan lainnya. Dan penjawaan istilah-istilah islam seperti Paijo, bejo, Gang Sekaten asal dari faiza, gang Syahadatain. dan seperti gak ilok asal dari ga’ laiq.
2.    Islamisasi budaya dan tradisi. Hal ini  nampak sekali bahwa ritual-ritual dalam agama Hindu seperti pesta kematian sampai 3 hari, 7 hari, 100 hari dan lain-lain diisi dengan ritual-ritual Islam sebagaimana tahlil dan Qiro’atil Qur’an. Demikian pula wayang kulit, jaran kepang diisi dengan nuansa-nuansa Islami.
3.    Dalam memberikan ajaran dengan di ungkapkan melalui simbol seperti orang mati di kasih ikat tiga dengan di sertai bunga kenangan yang aslinya dari istilah Qona’ah, Apem yang isyaroh kirim do’a yang asalnya afwun yang artinya memohon ma’af, ketika  hari raya pakai ketupat dengan lontong memberi isyaroh, kupat yang berarti ngaku lepat (mengaku salah) sehingga menjadi bersatu seperti lontong dan di isyarohi dengan lepet dibuat dari ketan dengan diikat tiga artinya rukunlah sampai mati. Dengan demikian, maka kupat dilarang dilepas tapi harus di belah dengan pisau. Ketika ada kemanten diberi janur kuning yang isyaroh datangnya Nur diisyarohi dengan pisang dan gambar burung yang memberi isyaroh jangan putus asa seperti pisang dan bertawakkallah seperti burung. Ketika bulan As-Syura membuat bubur untuk mengingatkan peristiwa Nabi Nuh, dll. Masih banyak lagi seperti buang beras kuning yang melambangkan bahwa orang yang meninggal sudah tidak butuh beras, maka jangan sampai hidup sibuk dengan urusan beras.Perlunya mengabadikan tradisi ini karena rata-rata manusia lebih takut jika diberitahukan bahwa orang tuanya telah melakukannya dari pada diberitahu bahwa hal itu tuntunan yang benar.Hal ini juga dilegalkan dan di anjurkan dalam menyampaikan ajaran agama islam seperti pakaian ihram lambang kita semua dari jenis manusia yang beragam keistimewaan apa pun akhirnya akan di bungkus kain kafan tidak apa pun yang di bawa melainkan yang ada pada pribadi masing-masing. Sa'i sebagai tilas dewi Hajar kumpul di Arafah. Berpakaian ihrom lambang yang mengisyarohkan kita akan kumpul di akhirat, Qurban sebagai lambang membunuh sifat kebinatangan, shalat lambang kematian pakai surban hijau lambang Habaib, baju putih lambang kesucian dan masih banyak lagi dan bahkan Al-Qur’an sering menyebutkan lafadz-lafadz yang dituturkan (hanya menyesuaikan tradisi yang ada)
Contoh :
·        وربائكم اللاتي في حجوركم menyebutkan  في حجوركمkarena menyesuaikan budaya
·        ولاتأكلواالربا اضعفا مضعفا  menyebutkan  مضعفا karena menyesuaikan budaya
·        الخبيثات للخبيثين والطيبات للطيبين والطيرن للطيبات  disebutkan karena menyesuaikan budaya
·        الزانية لاينكحها إلازان او مشرك وحرم ذلك على المؤمنين  dll.
4.       Islamisasi perilaku dengan dengan cara instant. Hal ini dipengaruhi dengan adanya budaya masyarakat berkeinginan hal yang instan dengan demikian para ulama’ menerjemahkan ajaran Islam dengan pengamalan yang kadang-kadang kita tidak mampu menyimak sepeti diadakannya berdzikir dengan berjama’ah, berjanjen yang diistilahkan dengan Dibaan, dengan berjam’iyyah, memisah di antara tarawih dengan shalawat tarodli pada sahabat dan lain lain.
Dengan demikian budaya islam di Jawa tidak dapat disamakan dengan budaya Arab dan apa saja yang datang dari Arab. Bukan berarti menunjukkan ajaran Islam tapi kita harus dapat menyeleksi dengan arif dan bijaksana apa yang datang dari Arab atas dasar agama atau hanya dilatar belakangi dengan budaya. Hal ini banyak orang yang terjebak sebagaimana tradisi berjubah dan menyentuh jenggot kawannya dan lain-lain.
PENUTUP
Dalam mengislamisasi masyarakat Jawa agar betul-betul mengakar, sedapat mungkin kita harus mengetahui dan memahami budaya dan tradisi masyarakat jawa. Demikian pula masyarakat lain
Budaya orang jawa yang harus kita fahami saat ini adalah:
1.  Rata-rata masyarakat masih mempercayai mitos-mitos sehingga mudah terpikat dengan seseorang yang punya keahlian mitos.
2.  Masyarakat menyukai hal-hal yang instan dan dapat dibuktikan dengan hal-hal yang nyata
3.  Masyarakat suka dengan hal-hal yang bergebyar ramai yang dapat menghibur mereka atau membuat tertawa mereka
4.  Masyarakat kita suka diunggul-unggulkan, dipuja dan tidak suka dengan hal-hal yang bersifat kritik
5.  Masyarakat masih suka disumbang atau diberi jasa dan belum menyadari pentingnya berjasa.
6.  Masyarakat menginginkan hal yang mudah dipaham dan dapat dimengerti secara rasional karenanya sulit diajak bicara ilmiah
7.  Masyarakat lebih suka dengan ajaran baru dan tokoh baru sehingga mudah terpengaruh dengan hal yang baru
8.  Masyarakat lebih suka berpenampilan beda dengan yang lain
9.  Masyarakat mudah terpengaruh budaya asing walau tidak pantas bahkan tidak sah seperti pakaian, tata cara ibadah dan lain-lain. Jika mengetahui orang lain berhasil maka akan mudah terpengaruh tanpa melihat latar belakang orang tersebut dan dirinya, sehingga ketika melihat orang lain berdo’a di suatu tempat dan berhasil maka yang dilihat tempat tersebut bukan dilihat kenapa dikabulkan.
Sekian semoga bermanfa’at kurang lebihnya mohon ma’af akhiru qouli, wassalamu’alaikum. Wr.Wb.
(KH. Azizi Hasbulloh)